HUKUM PERUSAHAAN BATCH II

JUDUL TULISAN
KEDUDUKAN BUMN PERSERO SEBAGAI
SEPARATE LEGAL ENTITY DALAM KAITANNYA DENGAN PEMISAHAN KEUANGAN NEGARA PADA PERMODALAN BUMN



NAMA      : SULKARNAINI
NIM                          : 2015010462157
KELAS      : F1

NASKAH REMEDIAL UAS
HUKUM PERUSAHAAN




MKN - UNIVERSITAS JAYABAYA

2017

JUDUL TULISAN
KEDUDUKAN BUMN PERSERO SEBAGAI
SEPARATE LEGAL ENTITY DALAM KAITANNYA DENGAN PEMISAHAN KEUANGAN NEGARA PADA PERMODALAN BUMN

 


I.            PENDAHULUAN
Perusahaan sebagai salah satu organisasi bisnis mendapat tempat istimewa dalam hukum perusahaan. Pendirian Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) di Indonesia dilatarbelakangi oleh periode pendiriannya dan kebijaksanaan pemerintah yang berkuasa. Beberapa BUMN merupakan kelanjutan dari perusahaan-perusahaan yang didirikan pada zaman sebelum kemerdekaan, beberapa didirikan pada zaman perjuangan kemerdekaan, dan banyak pula yang didirikan setelah tahun 1950 dengan motivasi bermacam-macam. Misalnya saja, perusahaan-perusahaan yang didirikan dengan pembiayaan Bank Industri Negara seperti PT Natour, Perusahaan Tinta Cetak “Tjemani”, Perusahaan Kertas Blabak. Di samping itu ada perusahaan-perusahaan yang tumbuh akibat pengambilalihan perusahaan Belanda[1].
Perseroan merupakan badan hukum mandiri yang menyandang hak dan kewajibannya sendiri termasuk hak atas harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi para pendiri maupun pengurusnya. Perseroan memperoleh pengakuan untuk "have the capacity in its own name to acquire and hold property, to enter into contracts, to sue and be sued, and to have an existence with duration independent of the persons comprising its shareholders[2]. Berdasarkan pada konsepsi yang demikian maka jelaslah bahwa setiap Perseroan Terbatas harus mendapatkan pengakuan secara yuridis atas status kemandiriannya sebagai badan hukum' Dalam kaitan ini, pertanyaan mengenai kernandirian Baclan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mengemuka beberapa waktu belakangan. Pertanyaan dernikian muncul bersamaan dengan uPaya sinergitas BUI\4N yangtengah gencar diiakukan oleh Pemerintah.
UU BUMN secara eksplisit telah menegaskan berlakunya segala ketentuan dan prinsip perseroan sehagaimana diatur dalam UUPT bagi kelembagaan BUMN Persero[3]. Melalui pengaturan yang demikian maka jelaslah bahvra segala prinsip kemandirian PT demi hukum berlaku bagi BUMN Persero.
Namun demikian, ketidaksinkronan pengaturan berkaitan dengan kelembagaan BUMN di dalam Peraturan Perundang-undangan telah mengakibatkan kekaburan hukum dalam tatanan normatif. Ketidaksinkronan tersebut antara lain nampak dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara) serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
UU BUMN secara eksplisit telah menegaskan berlakunya segala ketentuan dan prinsip kemandirian PT demi hukum berlaku bagi BUMN Persero.[4] Melalui pengaturan yang demikian maka jelaslah bahwa prinsip kemandirian PT demi hukum berlaku bagi BUMN Persero.
Sebagaimana dikemukakan, kekaburan hukum terjadi manakala ketentuan UU BUMN disandingkan dengan ketentuan UU Keuangan Negara. UU Keuangan Negara mengkategorikan ‘kekayaan perusahaan negara sebagai bagian dari keuangan negara’.[5] Ketentuan ini seakan memberikan legitimasi bagi negara untuk melakukan campur tangan atas pengelolaan BUMN Persero sejatinya merupakan badan hukum mandiri. Inilah kemudian menimbulkan begitu banyak implikasi baik dalam tatanan normatif maupun tatanan praktis. Salah satunya adalah mengenai campur tangan negara dalam pengelolaan BUMN Persero yang terus menerus dilakukan hingga menimbulkan berbagai persoalan bahkan tak jarang memunculkan indikasi monopoli.
Kondisi demikian sejatinya tidak perlu terjadi apabila seluruh stakeholders dalam pengelolaan BUMN Persero menginsyafi dan memahami konsep kemandirian badan hukum perseroan. Jangan sampai intervensi negara dalam pengelolaan BUMN Persero justru 'menodai' prinsip kemandirian BUMN Persero itu sendiri. Dalam kaitan inilah pengkajian mengenai kemandirian BUMN Persero menjadi penting untuk dilakukan.
Pengkajian mengenai kemandirian BUMN Persero memang telah beberapa kali dilakukan[6], akan tetapi kajian ini akan lebih diarahkan pada konsep dan doktrin-doktrin kemandirian Perseroan Terbatas sebagai suatu separate legal entity dalam kaitannya dengan upaya sinergitas BUMN yang saat ini tengah dilakukan oleh Pemerintah.

II.            RUMUSAN PERMASALAHAN
Permasalahan yang akan dikaji dalam karya tulis ini adalah bagaimanakah kedudukan kekayaan negara dalam permodalan BUMN Persero?

III.            PEMBAHASAN
Pengelolaan keuangan negara didasarkan atas legal framework di pusat dan di daerah. Landasan hukum pengelolaan keuangan negara di pusat antara lain meliputi :
1.         UUD 1945;
2.       Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
3.       Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
4.        Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
5.       Undang-Undang Program Pembangunan Nasional;
6.       Undang-Undang APBN;
7.        Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah;
8.       Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;
9.       Peraturan Presiden Pelaksanaan APBN;
10.      Peraturan Presiden Rencana Pembangunan Tahunan;
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut[7].
Persero atau perusahaan perseroan dalam BUMN pada prinsipnya sama dengan perseroan terbatas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Namun, dalam beberapa hal terdapat perbedaan, misalnya perseroan terbatas hanya bisa didirikan oleh minimal dua orang dengan suatu perjanjian, sedangkan dalam persero hal ini tidak dipersyaratkan. Persero adalah BUMN yang bentuknya Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 menerangkan bahwa perusahaan negara merupakan suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggarakan pemanfaatan umum dan memupuk pendapatan negara serta bertujuan untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual. Dalam perkembangannya, pada tanggal 11 Maret 1967 terjadi perubahan politik dan sosial di Indonesia berupa beralihnya kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Pada masa itu, orde baru dicanangkan dan iklim politik ekonomi dapat dirumuskan secara singkat sebagai debirokratisasi[8].
Pada masa itu, maka dasar bagi pemerintah dalam melaksanakan nasionalisasi adalah Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut, serta agar terdapat keseragaman dalam pengelolaan Perusahaan Negara dalam rangka struktur ekonomi terpimpin, ditetapkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960. Dengan demikian pada waktu itu di Indonesia pada prinsipnya hanya dikenal satu macam Perusahaan Negara (PN), yang semuanya ditundukkan pada satu peraturan perundang-undangan[9].
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pada Pasal 1 angka 1 menerangkan bahwa BUMN adalah Badan Usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Kamus Hukum Dictionary of Law New Edition, memberikan pengertian BUMN yaitu suatu badan usaha yang dibentuk Negara dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. BUMN juga diartikan sebagai suatu kegiatan usaha berbadan hukum yang dibentuk pemerintah pusat yang berfungsi untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya ekonomi[10]
Badan Usaha Milik Negara telah memberikan sumbangan yang besar pada Negara terutama terhadap pembangunan nasional. Lima dasawarsa yang lalu, sektor korporasi di Indonesia masih sangat kecil dan didominasi oleh perseroan-perseroan yang dimiliki oleh pihak asing atau dengan kata lain kepemilikannya sangat terpusat. Pemerintah pada saat itu memperoleh beberapa perusahaan melalui nasionalisasi dan juga mendirikan banyak perusahaan yang berstatus sebagai perusahaan milik Negara[11].
Sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya, salah satu karakteristik badan hukum adalah adanya pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pribadi pendiri/pengurusnya. Ini merupakan konsekuensi yuridis dari kedudukan perseroan sebagai separate legal entity. Hal demikian berarti bahwa suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiiiki harta kekayaannya sendiri yang terpisah dari harta kekayaan organ-organnya[12].
Modal yang dipisahkan untuk pelaksanaan usaha dari BUMN berasal dari beberapa sumber, antara lain[13]:
1.         Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk pula proyek-proyek APBN yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara;
2.       Kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan;
3.       Sumber lainnya, misalnya keuntungan revaluasi asset.
Sementara itu, yang dimaksud dengan dipisahkan, adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam modal BUMN tersebut sehingga setiap penyertaan tersebut perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Kembali pada masalah penyertaan modal oleh negara ke dalam BUMN maka penyertaan tersebut harus dimaknai sebagai suatu keikutsertaan dalam suatu badan hukum PT. Hal ini menimbulkan suatu konsekuensi yuridis bahwa segala permodalan dalam suatu PT yang termanifestasi dalam wujud saham rnerupakan milik dari badan hukum PT itu sendiri. Dengan demikian penulis berpendapat bahwa pemaknaan kekayaan BUMN sebagai bagian dari keuangan negara[14] merupakan sebuah pemaknaan yang tidak tepat. Apabila pemaknaan demikian terus berlangsung maka sejatinya telah terjadi penyimpangan atas ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas sebagai dasar bagi eksistensi kegiatan BUMN itu sendiri[15]. Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila pada masa yang akan dilakukan revisi atas ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara khususnya mengenai kekayaan BUMN yang dikategorikan sebagai bagian dari keuangan negara.
Secara yuridis modal yang disertakan ke dalam Perseroan bukan lagi menjadi milik pribadi para pendirinya/pemegang saham. Demi hukum telah terjadi pemisahan kekayaan yang berasal dari kekayaan pribadi pemegang saham ke dalam kekayaan Perseroan. Berdasarkan karakteristik yang demikian maka sangat logis apabila dalam hukum Perseroan Terbatas berlaku tanggung jawab terbatas bagi para pemegang saham[16].

IV.            PENUTUP
Konteks BUMN Persero maka penyertaan kekayaan negara ke dalam permodalan BUMN merupakan hasil dari pemisahan kekayaan negara sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Dalam kaitan ini maka negara harus ditafsirkan sebagai seorang pemegang saham dalam suatu Perseroan. Sebagai pemegang saharn layaknya pemegang saham pada perseroan terbatas maka negara dilarang melakukan intervensi apapun terhadap jalannya pengurusan perseroan.

V.            TANDA TANGAN
     Tangerang, 05 Mei 2017                                                           

                    Penulis,                                 



        SULKARNAINI



DAFTAR BACAAN

BUKU-BUKU
Dzulkifli Umar & Ustman Handoyo, Kamus Hukum Dictionary of Law New Edition, Cetakan I (Jakarta: Quantum Media Press, 2010).
Masterplan Reformasi BUMN (Jakarta: Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Badan Pengelolaan BUMN, 1999).
Pandji Anogara, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka jaya, 1995).
Pandji Anoraga, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995).
Philip I Blumberg, 1983, The law of Corporate Groaps Procedural law, Boston, Little, Brown & co.
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas dengan Ulasan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, 1995, Penerbit PT Alumni, Bandung
Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas disertai alasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 199,  (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001)
Zaeni Asyhadie & Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan (Jakarta: Erlangga, 2013).

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN mengenai definisi BUMN.

WEBSITE
Lihat Erman Rajagukguk, “Peranan BUMN dalam mendorong BUMN meningkatkan Pendapatan Negara dan Kesejahteraan Rakyat”, www.ermanhukum.com dan Ridwan Khairandy, “Korupsi di Badan Usaha Milik Negara Khususnya Perusahaan Perseroan: Suatu Kajian Atas Makna Kekayaan Negara yang dipisahkan danKeuangan Negara”,  Jurnal Hukum No. 1 Vol. 16 Januari 1009.
Organ Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham sebagai organ yang memiliki keuasaan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris, Direksi sebagai organ yang melaksanakan pengurusan sehari-hari atas PT serta Komisaris yang secara umum melakukan pengawasan atas kinerja Direksi sekaligus memberikan nasihat kepada Direksi. Konsep pemisahan kekayaan sebagaimana dimaksud juga berlaku bagi Yayasan dan Koperasi dimana keduanya memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari pengurusnya.








[1]               Pandji Anoraga, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm.12.
[2]               Baca Philip I Blumberg, 1983, The law of Corporate Groaps Procedural law, Boston, Little, Brown & co.
[3]               Baca Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN mengenai definisi BUMN itu sendiri.
[4]               Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
[5]               Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
[6]               Pengkajian mengenai hal tersebut diatas di antaranya pernah dilakukan oleh Erman Rajagukguk dan Ridwan Khairandy. Lihat Erman Rajagukguk, “Peranan BUMN dalam mendorong BUMN meningkatkan Pendapatan Negara dan Kesejahteraan Rakyat”, www.ermanhukum.com dan Ridwan Khairandy, “Korupsi di Badan Usaha Milik Negara Khususnya Perusahaan Perseroan: Suatu Kajian Atas Makna Kekayaan Negara yang dipisahkan danKeuangan Negara”,  Jurnal Hukum No. 1 Vol. 16 Januari 1009, www.law.uii.ac.id
[7]               Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
[8]               Pandji Anogara, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka jaya, 1995), hlm.13.
[9]               Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas disertai alasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 199,  (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.83.
[10]             Dzulkifli Umar & Ustman Handoyo, Kamus Hukum Dictionary of Law New Edition, Cetakan I (Jakarta: Quantum Media Press, 2010), hlm.60.
[11]             Masterplan Reformasi BUMN (Jakarta: Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Badan Pengelolaan BUMN, 1999), hlm.Ix.
[12]             Organ Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham sebagai organ yang memiliki keuasaan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris, Direksi sebagai organ yang melaksanakan pengurusan sehari-hari atas PT serta Komisaris yang secara umum melakukan pengawasan atas kinerja Direksi sekaligus memberikan nasihat kepada Direksi. Konsep pemisahan kekayaan sebagaimana dimaksud juga berlaku bagi Yayasan dan Koperasi dimana keduanya memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari pengurusnya.
[13]             Zaeni Asyhadie & Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm.157.
[14]             Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengkategorikan kekayaan Negara yang telah dipisahkan pada perusahaan Negara/Daerah termasuk dalam pengertian keuangan. Pengaturan yang demikian pada praktiknva telah menimbulkan kekaburan penafsiran sekaligus memicu timbulnya berbagai permasalahan hukum.
[15]             Khususnya bagi BUMN Persero yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara.
[16]             Baca Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas dengan Ulasan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, 1995, Penerbit PT Alumni, Bandung.

Komentar

Postingan Populer