HUKUM JAMINAN

JUDUL MAKALAH
HUKUM JAMINAN


NAMA      : SULKARNAINI, SH.
NIM                          : 2015010462157
KELAS      : F1

TUGAS PERSEORANGAN
HUKUM JAMINAN

MKN - UNIVERSITAS JAYABAYA
2017




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hukum Jaminan dengan lancar dan tepat waktu.
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada Dr. H. Ahmad Muliadi, SH., MH., selaku dosen mata kuliah Hukum Jaminan. Karena atas bimbingan bapak selama ini kami dapat mengetahui tentang permasalahan-permasalahan dalam Hukum Jaminan, hingga saat ini pembahasan mengenai Hukum Jaminan mulai dari pengertian dan hal-hal yang berkaitan tentangnya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan tegur sapa serta kritik yang membangun guna sempurnanya makalah yang kami susun ini.

                                                            Tangerang, Januari 2017
Penulis


DAFTAR ISI


Kata Pengantar
……………………………………………………………….….………..
1
Daftar Isi
………………………………………………………………..…………..
2
BAB. I PENDAHULUAN
…………………………………………...……………………

A.       Latar Belakang
…………………………………………………………………….
3
B.       Rumusan Masalah
………………………………………………………………...
3
BAB. II HUKUM JAMINAN
…………………………………………….………………

A.       Pengertian Hukum Jaminan
……………………………….……………………….
4
B.       Perbedaan Hukum Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan
……………..…
6
C.       Langkah Hukum Yang Diambil Apabila Si Berhutang Belum Membayar Hutang.
10
BAB. III PENUTUP
…………………………………………………….………………

A.       Kesimpulan
………………………………………………….…………………
14
B.       Saran
………………………………………………….…………………
14
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………..…………………...


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan baik sekunder maupun kebutuhan primer tidak terlepas dengan perbuatan hukum seperti transaksi jual beli, hutang-piutang ataupun dengan sistem barter. Setiap masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya itu dapat menempuh berbagai cara sesuai dengan kemampuan finansialnya. Dizaman modern ini, manusia lebih cenderung mengambil jalan yang mudah untuk mendapatkan uang untuk membeli barang dan atau benda yang dibutuhkan seperti melakukan transaksi pinjam meminjam kepada Bank. 
Di Dalam KUHPerdata, hak jaminan kebendaan, yang berupa hipotik yang sekadar menyangkut mengenai tanah sebagai jaminan, sekarang diganti dengan Hak tanggungan yang merupakan bagian dari hukum jaminan pada umumnya, yang selanjutnya  menjadi bagian dari hukum benda, yang diatur dalam buku II KUHPerdata. Hak jaminan dengan tanah sebagai objeknya, bahwa ia merupakan hak jaminan kebendaan, yang merupakan bagian daripada hukum jaminan pada umumnya. Karena objeknya adalah benda, maka ia merupakan bagian daripada hukum benda, khususnya benda yang berupa tanah.
Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan tentang hak jaminan kebendaan seperti yang telah dijelaskan diatas, tentang jaminan hutang serta hak retensi dalam hutang piutang. Hak retensi disini adalah hak menahan barang dalam hal ini barang gadaian, jadi selama si yang berhutang belum membayar hutangnya, maka barang gadaiannya akan ditahan oleh pihak pemberi hutang. Penjelasan lainnya akan dibahas dalam makalah ini.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Apa yang dimaksud dengan Hukum Jaminan?
2.       Apa perbedaan hukum jaminan kebendaan dan jaminan perorangan?
3.       Bagaimana langkah hukum yang diambil apabila si berhutang belum membayar hutangnya?

BAB II
HUKUM JAMINAN
A.       Pengertian
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law, zekerheidstelling, atau zekerheidsrechten. Istilah hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan maupun perorangan. Jaminan kebendaan meliputi utang-piutang yang diistimewakan, gadai, dan hipotek. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan utang (borgtocht).
Sehubungan dengan pengertian, beberapa pakar merumuskan pengertian umum mengenai hukum jaminan. Pengertian itu antara lain[1]:
1.         Menurut J. Satrio,
Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Intinya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.
2.       Disamping itu, Salim HS juga memberikan perumusan tentang
Hukum jaminan, yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
3.       Menurut Prof. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan,
Hukum jaminan adalah hukum mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup menyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar,dengan jangka waktu lama dan bunga yang relatif rendah.
Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjhoen Sofwan ini merupakan suatu konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan pada masa yang akan dating. Sedangkan saat ini telah dibuat berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan.
Dari tiga pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan (benda atau orang tertentu).
Berdasarkan dari definisi diatas dapat di temukan unsur-unsur yaitu[2] :
1.         Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis;
2.       Adanya pemberian dan penerima jaminan  pemberian jaminan dalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan  barang jaminan kepada penerima jaminan;
3.       Adanya jaminan  pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil merupakan jaminan nonkebendaan;
4.        Adanya fasilitas kredit pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberian jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan.
Pranata Jaminan dalam hukum perdata
1.   Cara terjadinya :
a.        Yang lahir karena Undang-Undang
Jaminan yang lahir karena Undang-undang yang merupakan jaminan yang keberadaannya ditunjuk Undang-Undang tanpa ada perjanjian para pihak.
Maksudnya
Jaminan yang lahir karena UU karena sebenarnya dalam perjanjian pinjam-meminjam tidak ada benda khusus yang diikat / dijadikan jaminan. Hal ini diatur dalam pasal 1131 “yang menyatakan bahwa segala kebendaan milik debitur baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari akan menjadi tanggungan untuk segala perikatannnya”. Kalau terjadi wan prestasi maka untuk mengajukan pengadilan harus melalui :  Gugatan perdata dalam berpekara di pengadilan setelah mengajukan gugatan maka minta sita jaminan
b.        Yang lahir karena di perjanjian
Selain jaminan yang ditunjuk oleh Undang-Undang tentang sebagai bagian dari asas konsesualitas dalam hokum perjanjian, Undang-Undang memungkinkan para pihak untuk melakukan perjanjian penjaminan yang ditujukan untuk menjamin pelunasan atau pelaksanaan kewajiban debitur kepada kreditur, perjanjian2 penjaminan ini merupakan perjanjian tambahan yang melekat pada perjanjian hutang piutang diantara debitur dengan kreditur.
Contoh  :
Hipotik, hak tanggungan, fidusia, perjanjian penanggungan, perjanjian garansi dan lain-lain.
Karena lahir dari perjanjian maka dari awalnya telah dipersiapkan dan dalam hal ini ada perjanjian tambahan (assesoir) yang isinya menyangkut tentang pengikatan jaminan
Secara ringkas
Penjaminan yang lahir melalui undang-undang Tidak diperjanjikan, penagihannya susah dilakukan, kalau krediturnya banyak harus dibagi, kalau penjaminan lahir melalui perjanjian penagihannya mudah melalui pelelangan yang dilakukan oleh badan negara.
Sistem Hukum Jaminan
Sistem pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu sistem tertutup (closed system) dan sistem terbuka (open system). Sistem hukum jaminan di Indonesia adalah menganut sistem tertutup (closed system) artinya orang tidak dapat mengadakan hak-hak jaminan baru ,selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
Asas-Asas Hukum Jaminan
1.         Asas publicitet
Bahwa semua hak tanggungan harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten / Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ,sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan pejabat pendaftaran dan pencatat balik nama yaitu Syahbandar.
2.       Asas specialitet
Hak tanggungan ,hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu, harus jelas, terperinci dan detail.
3.       Asas tidak dapat dibagi-bagi
Asas dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan ,hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian (benda yang dijadikan jaminan harus menjadi suatau kesatuan dalam menjamin hutang).
4.        Asas inbezittstelling
Yaitu barang jaminan harus berada ditangan penerima jaminan (pemegang jaminan).
5.       Asas horizontal
Yaitu bangunan dan tanah tidak merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai ,baik tanah negara maupun tanah hak milik .Bangunannya milik dari pemberi tanggungan ,tetapi tanahnya milik orang lain,berdasarkan hak pakai dapat dijadikan jaminan,namun dalam praktek perbankan tidak mau menerima prinsip ini, karena akan mengalami kesulitan jika tejadi wanprestasi.
  
B.       Perbedaan Hukum Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan
1.         Dari Segi Pengertian
a.        Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas  sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas  benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa  pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan  (contoh: hipotik, hak  tanggungan, gadai, dan lain-lain). Sedangkan
b.        Jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan lansung  pada perseorangan  tertentu, hanya  dapat  dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya ( contoh: borgtocht).
2.       Dari Segi Dasar Hukum
a.        Jaminan  kebendaan  diatur  dalam  Buku  II  KUH  Perdata  serta Undang-undang lainnya, dengan bentuk, yaitu:
1)         Gadai diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150-1161, yaitu suatu hak  yang  diperoleh  seorang  kreditur  atas suatu barang bergerak  yang diserahkan  oleh  debitur  untuk  mengambil pelunasan dan barang  tersebut dengan mendahulukan kreditur dari kreditur lain;
2)       Hak tanggungan; UU No.4/1996, yaitu jaminan yang dibebankan hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain  yang merupakan suatu ketentuan dengan tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditur terhadap kreditu lain; dan
3)       Fiducia, UU No.42/1999, yaitu hak jaminan atas benda bergerak  baik  yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan utama terhadap kreditur lain.
b.        Jaminan perorangan  diatur dalam Buku III KUH Perdata, dalam bentuk:
Penanggungan  hutang  (Borgtoght)  Pasal  1820  KUH  Perdata,  yaitu  suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang mana hak orang tersebut tidak memenuhinya[3].
3.       Dari Segi Jenis[4]
a.        Jaminan Kebendaan terdiri dari hipotik, hak  tanggungan, gadai; sedangkan
b.        Jaminan Perorangan terdiri dari Penanggungan  hutang  (Borgtoght), Perjanjian garansi
2.       Dari Segi Sifatnya
a.        Jaminan Kebendaan :
Jaminan kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda dengan ciri-ciri mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu dari debitur atau pihak ketiga sebagai penjamin, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan. Jaminan kebendaan ini selain dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya juga dapat diadakan antara kreditur dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang (debitur) sehingga hak kebendaan ini memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya. Yang termasuk dalam jaminan kebendaan adalah : hak tanggungan, hipotik, gadai dan jaminan fidusia.
1)         Mengikuti bendanya (Droit de suite) dalam arti bahwa yang mengikuti bendanya itu tidak hanya haknya tetapi juga kewenangan untuk menjual bendanya dan hak eksekusi;
2)       Dapat dipertahankan (diminta pemenuhan) terhadap siapapun juga,yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik berdasarkan atas hak yang umum maupun yang khusus, juga terhadap para kreditur dan pihak lawannya;
3)       Dapat diperalihkan, contoh Hipotik, gadai, dan lain-lain; dan
4)       Menganut Azas prioriteit yakni hak kebendaan yang lebih tua (lebih dulu terjadi ) lebih    di utamakan daripada hak kebendaan yang terjadi kemudian.
b.        Jaminan Perorangan :
Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, selalu berupa suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban dari si berutang (debitur), bahkan jaminan perorangan ini dapat diadakan tanpa pengetahuan dari si berutang (debitur) tersebut sehingga jaminan perorangan menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain. Termasuk dalam jaminan perorangan adalah : personal guarantee, coorporate guarantee dan atau perikatan tanggung-menanggung
1)         Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadeap kekeyaan debitur pada umumnya; dan
2)       Menganut Asas kesamaan dalam arti tidak membedakan mana piutang yang terjadi lebih dulu dan piutang yang terjadi kemudian.

3.       Dari Segi Masalah Kepailitan
a.        Ditinjau dari sudut hak kebendaan misal : A mempunyai hak memungut hasil dari tanah milik B, ternyata B pailit, walaupun B pailit sebagai akibat dari sifat hak kebendaan mutlak, maka A tdk kehilangan hak untuk menungut hasil, walaupun tanah itu dijual oleh debitor. Sedangkan
b.        Ditinjau dari hak perorangan misal : X mempunyai piutang 1juta pada Y; Y sudah pailit. Menurut aturan kepailitan harta Y harus dijual lelang hasilnya digunakan untuk menutupi utang-utangnya (Y). X dapat mengajukan tuntutan untuk pembayaran tagihannya. Tetapi belum tentu akan terpenuhi jika ternyata harta Y tdk cukup untuk membayar hutang – hutangnya, jika ternyata terdapat banyak kreditur Y.
4.        Dari Segi Tujuan
a.        Tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan bermaksud memberikan hak verhaal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada si kreditur, terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Sedangkan
b.        Jaminan yang bersifat perorangan memberikan hak verhaal kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperolehpemenuhan dari piutangnya.
5.       Hubungan hukum
a.        Hak kebendaan : secara langsung, antara seseorang dengan benda. Sedangkan
b.        Hak perorangan : antara 2 pihak atau lebih berkaitan dengan suatu benda atau suatu hal tertentu.
6.       Prioritas
a.        Hak kebendaan : sifatnya diutamakan atau didahulukan. Sedangkan
b.        Hak perorangan : asas kesamaan/keseimbangan, yang lebih dulu atau lebih baru, sama saja, tidak mempedulikan urutan terjadinya
7.        Hal tuntutan/gugatan
a.        Hak kebendaan : gugat kebendaan, dilakukan terhadap siapa saja yang mengganggu haknya, sedangkan
b.        Hak perorangan : gugat perorangan, hanya dapat dilakukan terhadap pihak lawannya
 Hal hak pemindahan
a.        Hak kebendaan : dapat dilakukan sepenuhnya, sedangkan
b.        Hak perorangan : hak pemindahan terbatas.
8.       Asas perlindungan
a.        Hak kebendaan : dikenal asas perlindungan (pasal 1977 ayat 1 KUHPer), sedangkan
b.        Hak perorangan : tidak dikenal

Setelah melihat beberapa perbedaan diatas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa hak kebendaan bersifat mutlak, berlangsung lama, bersifat tertutup yang lebih tua kedudukannya, lebih tingggi / didahulukan, mengikuti benda dimana hak itu melekat.

C.       Langkah Hukum Yang Diambil Apabila Si Berhutang Belum Membayar Hutang
Sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata. Syarat sahnya perjanjian adalah:
1.         Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak;
2.       Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 th bagi wanita. Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 th bagi laki-laki, 16 th bagi wanita. Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum;
3.       Adanya Obyek. Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjianharuslah suatu hal atau barang yang cukup jelas; dan
4.        Adanya kausa yang halal. Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Syarat angka 1 dan 2 adalah syarat Subjektif. Sedangkan syarat angka 3 dan 4 adalah syarat objektif.
Ketika terjadi permasalahan tersebut, maka ada beberapa upaya hokum yang dapat saudara lakukan, antara lain:
1.         Menempuh jalan damai (musyawarah) seperti yang telah saudara lakukan, mendekati dengan pendekatan kekeluargaan apalagi telah berteman lama; dan
2.       Apabila cara pertama tidak berhasil, maka langkah hokum lain yang dapat dilakukan adalah dengan jalan litigasi, yaitu dapat menggugat ke Pengadilan Negeri. Surat perjanjian di atas materai tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan bahwa teman saudara memang melakukan wanprestasi.
Apa itu wanprestasi?
1.         Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian;
2.       Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”;
3.       Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi(schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.

Bentuk-bentuk wanprestasi
1.         Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
2.       Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
3.       Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4.        Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata.

Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
1.         Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri; dan
2.       Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.

Isi Peringatan:
1.         Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;
2.       Dasar teguran; dan
3.       Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 20 Mei 2015).

Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.

Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berupa:
1.         Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);
2.       Pembatalan perjanjian;
3.       Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
4.        Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.

Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai berikut (Pasal 1276 KUHPerdata):
1.         Memenuhi/melaksanakan perjanjian;
2.       Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
3.       Membayar ganti rugi;
4.        Membatalkan perjanjian; dan
5.       Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

Ganti rugi yang dapat dituntut:
1.         Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi itu”. (Pasal 1243  KUHPerdata). “Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246 KUHPerdata).
a.        Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak;
b.        Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur;
c.        Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau dihitung oleh kreditur.
2.       Ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji” (Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat diduga atau sepatutnya diduga pada saat waktu perikatan dibuat;
3.       Ada kemungkinan bahwa ingkar janji (wanprestasi) itu terjadi bukan hanya karena kesalahan debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi juga terjadi karena keadaan memaksa;
4.        Kesengajaan adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki; dan
5.       Kelalaian adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.

BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan.
Cara terjadinya jaminan terdiri dari dua yakni pertama penjaminan yang lahir melalui undang-undang Tidak diperjanjikan, penagihannya susah dilakukan, kalau krediturnya banyak harus dibagi, kalau yang kedua penjaminan lahir melalui perjanjian penagihannya mudah melalui pelelangan yang dilakukan oleh badan negara.
Jaminan yang bersifat perorangan adalah jamian yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap Debitur tertentu atas harta kekayaan Debitur semuanya. Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang memiliki ciri-ciri :
1.         Mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari Debitur;
2.       Dapat dipertahankan terhadap siapa saja
3.       Selalu mengikuti bendanya (droit de suite)
4.        Dapat diperalihkan (mis. Hak Tanggungan, Gadai)

B.       Saran
Sebagai mahasiswa hendaknya menjadikan makalah ini untuk menambah wawasan dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum jaminan pada khususnya.
Dalam melakukan kegiatan pinjam-meminjam sebaiknya di landasi dengan jaminan, karena dengan adanya jaminan para kreditur mendapatkan sarana perlindungan bagi keamanan atau kepastian pelunasan hutang debitur. Jadi, marilah kreditur dan debitur melakukan sebuah jaminan dalam proses peminjaman atau hutang.

DAFTAR PUSTAKA

Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah,  Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010.
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata tentang hak atas benda, Jakarta:PT Intermasa, 1993.
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia.,Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada 2007.
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak- Hak Kebendaan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996.
KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Perdata)











[1] Blogspot.com, http://unjalu.blogspot.co.id/2011/03/hukum-jaminan.html, diakses pada tanggal 20 januari 2017.
[2] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 6.
[3] Buku III KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
[4] Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah,  Yogyakarat: Pustaka Yustisia, 2010, hal. 67.

Komentar

Postingan Populer