AGRARIA LEGAL MEMORANDUM
JUDUL TUGAS PERORANGAN
KASUS
PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERKAIT DENGAN KEBERADAAN SURAT KUASA ISTIMEWA NO. 6/1977
TANGGAL 30 JUNI 1977 DAN SURAT KUASA ISTIMEWA NO. 9/1977 TANGGAL 30 JUNI 1977 DARI
SAIYAH ALIAS MAIDIN KEPADA TJON KAN HOA ALIAS TJON JANTO WIJAYA YANG
P
U T U S A N
No.
17/G/2014/PTUN-SRG/2003
NAMA : SULKARNAINI,
SH.
NIM : 2015010462157
KELAS : F1
TUGAS PERSEORANGAN
HUKUM AGRARIA
|
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS
JAYABAYA
2017
AGRARIA
LEGAL MEMORANDUM
Tentang
KASUS
PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERKAIT DENGAN KEBERADAAN SURAT KUASA ISTIMEWA NO. 6/1977
TANGGAL 30 JUNI 1977 DAN SURAT KUASA ISTIMEWA NO. 9/1977 TANGGAL 30 JUNI 1977 DARI
SAIYAH ALIAS MAIDIN KEPADA TJON KAN HOA ALIAS TJON JANTO WIJAYA YANG
P
U T U S A N
No.
17/G/2014/PTUN-SRG/2003
A. Legal Issue
Permasalahan
hukum yang muncul adalah :
- Dapatkah
penggugat yang memiliki peralihan Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 685/Karang
Sari, dari atas nama SAIYAH Alias MAIDIN ke atas nama TJON KAN HOA Alias
TJON JANTO WIJAYA, atas dasar Akta Jual-Beli (AJB), Tanggal 02 Nopember
1994, No. 661/26/Batuceper/1994. Sedangkan SAIYAH Alias MAIDIN, pada tahun
1990, telah meninggal dunia Surat keterangan kematian No. 474/002- Tapem/2014,
tanggal 30 Januari 2014. Dan apabila terjadinya Akta Jual-beli (AJB), No.
661/26/ Batuceper/1994. Tanggal 02 Nopember 1994, atas dasar surat kuasa
Istimewa No. 6/1977, Tertanggal 30 Juni 1977 dan dua orang saksi dibawah
sumpah yakni Sdr. H. Mustaqim H.S (Mantan
Kepala Desa Karang Sari Periode 1993 s/d 1999) dan Sdr. M. Hasan Bin H. Guna (Tinggal di
Karang Anyar sejak kecil dan Ketua RT 03 Sejak 2012 s/d Sekarang) melawan tergugat
- Salah
satu sumber hukum ialah jurisprudensi, apakah putusan Mahkamah Agung dalam
kasus sengketa “Pengalihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Surat Kuasa Mutla
adalah Batal Demi Hukum dapat dijadikan suatu jurisprudensi baru?
B. Brief Answer
1.
Mungkin dapat mungkin juga tidak dapat,
karena harus dicari terlebih dahulu dasar hukum yang dapat memberikan
perlindungan hukum terhadap penggugat yang beritikad baik dan kemudian
dibandingkan dengan pembuktian atas kepemilikan tanah. Walaupun selama ini
hukum perdata hanya mencari kebenaran materiil yang ditunjukkan dari pembuktian
kepemilikan, namun tidak menutup kemungkinan penggugat dengan itikad baiknya
justru memiliki posisi yang lebih kuat.
2. Jika
putusan Mahkamah Agung dalam kasus sengketa kepemilikan tanah, memenuhi
unsur-unsur suatu jurisprudensi maka putusan Mahkamah Agung ini dapat dijadikan
suatu pedoman hukum baru guna memperkaya pengetahuan hukum di Indonesia.
C. Case Position
Bahwa,
Sertipikat Hak Milik No. 121/Neglasari, dengan Gambar Situasi tanggal 20 Juni
1977 No. 1406, Seluas 11.380 M². Tercatat atas nama SAIYAH alias MAIDIN.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tk. I. Jawa – Barat, tanggal 08
Januari 1977, No. SK.5/Dit/PHT/HM/1977, lalu sertipikat tersebut dimatikan dan menjadi
Sertipikat Hak Milik No. 844/Neglasari, kemudian sertipikat tersebut dimatikan
kembali karena adanya pemekaran Desa, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tk. I Jawa Barat, tanggal 11 Juni 1979, No. 599/1979 menjadi Sertipikat
Hak Milik No. 685/Karang Sari;
Bahwa
Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 122 dengan Gambar Situasi No. 1, tertanggal 20
Juni 1977. Seluas 8.620 M2. atas nama SAIYAH alias MAIDIN, berlokasi di
Kelurahan Mekar Sari Kecamatan Neglasari Kota Tangerang. Lalu Sertipikat No.
122 / Neglasari, dimatikan dan menjadi Sertifikat Hak Milik No.778 / Neglasari;
Kemudian
Penggugat pernah melaporkan TJON KAN HOA Alias TJON JANTO WIJAYA ke Polres Metro
Tangerang, dengan No. Pol. 366 / B / XII / 1993 / RES- TNG, Tanggal 8 Desember
1993 sehubungan dengan terjadinya pemalsuan surat pasal 263 KUHP atas nama
pelapor JUNAEDI Bin MAIDIN, sebagai ahli waris.
Bahwa
Pada saat itu, sebelum ahli waris melaporkan TJON KAN HOA Alias TJON JANTO WIJAYA
ke Polres Metro Tangerang, dengan No. Pol. 366 / B / XII / 1993 / RES- TNG,
Tanggal 8 Desember 1993 yang sesungguhnya Para Penggugat sejak lama telah
menguasai pisik tanah dan sekaligus sebagai penggarapnya karena kehidupan sehar
– hari para penggugat adalah bercocok tanam, tanpa Para Penggugat sadari
ternyata dilaporkan oleh TJON KAN HOA Alias TJON JANTO WIJAYA ke Polda Metro
Jaya dengan No. Pol. 2680/K/X/1993 / Sat. Ga. Ops. A. Tanggal 30 Oktober 1993,
dengan tuduhan dimana Para Penggugat telah melakukan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam pasal 385 KUHP (Peserobotan tanah). Setelah dilakukan pemeriksaan
oleh pihak Penyidik Polda Metro Jaya tenyata Para Penggugat tidak dapat
dibuktikan atas dugaan sebagaimana yang dilaporkan oleh TJON KAN HOA Alias TJON
JANTO WIJAYA dan akhirnya Para Penggugat melakukan lapor balik ke Polres Metro
Tangerang dengan No. Pol : 336 / B / XII / 1993 / Res-Tng. tertanggal 8 Desember
1993. Dengan dugaan sebagaimana di atur dalam pasal 263 KUHP ( Pemalsuan Surat
), akan tetapi hingga saat ini tidak ada kelanjutannya.
Pengakuan
TJON KAN HOA Alias TJON JANTO WIJAYA, atas suratnya yang ditujukan kepada
Kepala Desa Karangsari, tertanggal 30 Maret 1995. Menyatakan “Kami selaku
pemilik tanah Hak Milik No. 120. Seluas 11.915 M² (Sertipikat terlampir). Perlu
bapak ketahui bahwa bagi yang mengaku ahli waris tanah di bawah ini, tidak ada
hubungannya lagi dengan pemegang hak yang terakhir yaitu :
1.
Hak milik No. 685. Luas tanah 11.380M².
a/n. Yanto Wijaya Alias Tjon Kan Hoa; dan
2. Hak
milik No. 778. Luas tanah 8.620 M². a/n. Tjon Kan Hoa Alias Tjon Janto Widjaya.
1.
Analysis
- Dapatkah penggugat
yang hanya memiliki itikad baik namun tidak memiliki bukti yang sah
menurut hukum dalam hal kepemilikan tanah dapat melawan bukti yang sah
menurut hukum milik tergugat?
Secara
umum, dasar dari peralihan kepemilikan atas tanah dalam kasus ini adalah
perjanjian jual beli tanah, maka segala bentuk perjanjian akan mengacu pada
ketentuan dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur
tentang Perikatan. Dalam KUHPerdata dapat kita lihat ketentuan mengenai akibat
persetujuan yang terdapat di pasal 1338, yang berbunyi :
“Semua
persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik”.
Dari
ketentuan yang terdapat di pasal 1338 KUHPerdata tersebut, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan bahwa :
(1) Semua
persetujuan berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
(2) Persetujuan
hanya dapat ditarik dengan adanya kesepakatan.
(3) Setiap
persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Maka
berdasarkan Akta Jual Beli No.661/26/Batuceper/1994 tanggal 2 November 1994
berdasarkan Surat Kuasa Mutlak No. 6 tanggal 30 Juni 1997 dan Akta Jual Beli
No.1954/38/BTC/1988 tanggal 19 April 1988 berdasarkan Surat Kuasa No.8 tanggal 3
Februari 2014 adalah dasar peralihan yang sah atas Sertipikat objek a quo dan
merupakan perbuatan hukum yang mengikat bagi kedua belah pihak;
Dalam
kasus ini ada sedikit perbedaan ketika dihadapkan objeknya yang berupa benda
tidak bergerak yakni tanah. Dalam kasus ini, yang menjadi dasar kepemilikan
adalah perjanjian jual beli tanah, sehingga mengingat objeknya yang berupa
tanah maka kita selain berpegang pada KUHPerdata seperti yang disebutkan
diatas, maka kita juga harus memperhatikan aturan yang secara khusus mengatur
mengenai perpindahan hak milik atas tanah.
Pada
prakteknya, Surat Keputusan objek a quo
yang diterbitkan Tergugat telah sesuai dengan tata cara prosedural sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Jo. Peraturan Pemerintah No.10
Tahun 1961. Sehingga Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan Pejabat Tata
usaha Negara yang menjadi objek a quo
dari penerbitannya tidak menyalahi dan sama sekali tidak merugikan kepentingan
Penggugat karena telah sesuai dengan Azas-Azas Umum Pemerintahan yang baik dan
sudah memenuhi azas kecermatan Formal;
Jual
beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu, dan
biasanya diatur dalam hukum Adat, dengan prinsip: Terang dan Tunai. Terang
artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan Tunai artinya di
bayarkan secara tunai. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum dapat
dilakukan proses jual beli yang dimaksud.
Menurut
hukum, pejabat yang berwenang ialah :
1.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
terdiri dari:
PPAT
sementara –> adalah Camat yang diangkat sebagai PPAT untuk daerah-daerah
terpencil; dan
2. PPAT
–> Notaris yang diangkat berdasarkan SK Kepala BPN untuk wilayah kerja
tertentu
Sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Pertanahan, maka Jual Beli (peralihak hak) yang
menyangkut tanah harus dilakukan dihadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), sehingga si penjual dan si pembeli harus datang ke Kantor Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat Akta Jual Beli tanah.
Diatas
disebutkan bahwa jual beli yang menyangkut tanah harus dilakukan dihadapan
pejabat yang berwenang yakni PPAT. Jika kita tinjau ketentuan dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), pada pasal 23 ayat (1), yang berbunyi :
“Hak
milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan
hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
pasal 19”.
Sehingga
dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa perlu 2 (syarat) agar peralihan hak
atas tanah menjadi sah, yakni :
a.
Harus dilakukan dihadapan seorang Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
b.
Harus didaftarkan, sesuai ketentuan dalam
pasal 19 UUPA dan PP 24/1997
Dalam
kasus ini, maka terbukti bahwa penggugat tidak dapat membuktikan adanya
kesalahan prosedur yang dilakukan Tergugat dalam menerbitkan sertifikat Hak
Guna Bangunan No.484/Karang Sari dan sah/tidaknya peralihan hak atas tanah yang
dilakukan dengan dasar adanya surat kuasa mutlak, dimana Para Penggugat telah
mendalilkan bahwa peralihan hak atas tanah objek sengketa dari SAIYAH alias
MAIDIN kepada TJON KAN HOA alias TJON JANTO WIJAYA telah didasarkan pada Surat
Kuasa Istimewa No.6/1977 tanggal 30 Juni 1977 dan Surat Kuasa Istimewa
No.8/1977 tanggal 30 Juni 1977 dimana menurut Para Penggugat peralihan tersebut
tidak dapat dibenarkan karena pembuatan Akta Jual Beli tersebut telah dibuat
TJON KAN HOA Alias TJON JANTO WIJAYA dalam kapasitas selaku kuasa penjual
sekaligus juga sebagai pembeli;
Walaupun
menurut peraturan PerUndang-Undangan alat bukti yang secara hukum adalah alat
bukti utama, namun untuk menentukan kekuatan posisi penggugat atau tergugat
maka harus juga dikembalikan kepada hakim yang memutuskan perkara.
- Salah satu sumber
hukum ialah jurisprudensi, apakah putusan Mahkamah Agung dalam kasus
sengketa kepemilikan tanah ini dapat dijadikan suatu jurisprudensi baru?
Dalam
ilmu hukum yang kita pelajari, dikenal beberapa sumber hukum formal yang
menjadi pedoman dalam bertindak serta pedoman bagi para hakim dalam memutuskan
perkara, yakni :
- Undang-Undang
- Konevnsi
- Doktrin
- Jurisprudensi
Jurisprudensi
merupakan salah satu sumber hukum formal yang memegang peranan penting dalam
dinamika hukum di Indonesia. Dalam sistem hukum eropa kontinental yang dianut
Indonesia, bukan suatu hal yang aneh ketika ketentuan hukum tertulis yang
terdapat dalam Undang-Undang terasa tertinggal dengan perkembangan dinamika
permasalahan di masyarakat, sehingga hakim diberi wewenang untuk menggali hukum
sendiri guna mewujudkan suatu putusan yang memenuhi rasa keadilan.
Agar
suatu putusan dapat digolongkan sebagai suatu jurisprudensi maka harus memenuhi
beberapa syarat yakni :
1)
Putusan tersebut diberikan kepada suatu
kasus yang belum ada aturan hukum yang mengatur sehingga hakim memutuskan
berdasarkan penggalian hukum yang dilakukannya, atau bisa juga sudah terdapat
aturan hukumnya namun aturan hukum tersebut tidak sesuai dengan rasa keadilan
jika diterapkan dalam kasus tersebut.
2) Dasar
pertimbangan hakim dalam memutuskan kasus tersebut juga harus benar, dalam arti
tidak melanggar hukum serta yang lebih penting lagi putusan tersebut harus
dapat memenuhi rasa keadilan.
3) Putusan
tersebut harus dapat menjadi pedoman bagi hakim-hakim lainnya yang mungkin akan
menerima kasus yang serupa, sehingga suatu putusan baru dianggap sebagai
jurisprudensi jika putusan tersebut diikuti sebagai pedoman bagi hakim yang
lain.
Mengingat putusan Mahkamah Agung dalam kasus ini adalah telah
sesuai dengan Undang-Undang Pertanahan karena mengalahkan pihak yang tidak memiliki
alat bukti yang kuat, namun karena dirasa putusan memberikan pemenuhan atas
rasa keadilan maka putusan ini dapat dimasukkan sebagai hukum-hukum formal
yakni jurisprudensi.
E.
Conclusion
Dari
seluruh uraian teori dan analisa di atas, maka kesimpulannya ialah :
1.
Bahwa gugatan Para Penggugat untuk
mengajukan gugatan sudah daluarsa, sebagaimana diatur dalam pasal 55 Undang-Undang
No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No.9 tahun 2004 dan dirubah lagi dengan Undang-Undang No.51 tahun
2009;.
2. Putusan
Mahkamah Agung ini dapat menjadi suatu jurispridensi, karena memberikan pedoman
baru bagi hakim dalam memutuskan perkaran yang lebih memenuhi rasa keadilan.
Komentar
Posting Komentar