HUKUM PAJAK
MAKALAH HUKUM PAJAK
JUDUL :
KONTRIBUSI
PAJAK BAGI KEPENTINGAN
KESEJAHTERAAN
RAKYAT
DISUSUN OLEH
|
||
NAMA
|
:
|
SULKARNAINI,
SH.
|
NPM
|
:
|
2015010462157
|
KELAS / RUANG
|
:
|
F 1 / A 55
|
PASCASARJANA UNIVERSITAS JAYABAYA
MAGISTER KENOTARIATAN
2017
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang
berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara materiil maupun spiritual. Untuk
dapat merealisasikan tujuan tersebut, maka negara harus menggali sumber dana
dari dalam negeri berupa pajak.
Sebagaimana diketahui pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam menopang keberlanjutan
pembangunan suatu negara.
Dalam hal ini Jones (2002) mengemukakan pajak sebagai …
A tax can be defined, simply as a payment to support the cost of
government. A tax differ from a fine or fenalty imposed by a government because
a tax ix not intended to deter or punish unacceptable behavior. On the other
hand, taxes are compulsory, anyone subject to a tax is not free to choose
whether or not pay.
Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada negara
yang terutang, baik sebagai orang pribadi atau badan usaha yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan kewajiban dan peran serta wajib
pajak untuk ikut secara langsung dan bersama-sama melaksanakan pembiayaan
negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan,
membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari
setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dan berperan serta terhadap
pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Berdasarkan pada pemahaman tersebut pajak pada dasarnya
merupakan sebuah proses transfer pembayaran dari wajib pajak untuk mendukung
pembiayaan dan pengeluaran pemerintah dalam pembangunan. Melalui pajak akan
dapat dilakukan optimalisasi penerimaan negara yang bersumber dari kemampuan
dalam negeri dalam pembiayaan pembangunan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut
pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi
pembangunan nasional dewasa ini. Setiap tahun anggaran pemerintah senantiasa
berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak guna membiayai pembangunan yang
dilaksanakan. Sebaliknya semain kecil penerimaan negara dari pajak, maka
semakin kecil pula kemampuan negara dalam pembiayaan pembangunannya.
Berdasarkan pemahaman inilah ternyata masalah besar
dalam perpajakan adalah terletak pada sejauh mana kesadaran masyarakat untuk
memenuhi kewajiban pajaknya sesuai perundang-undangan yang berlaku. Adalah
benar banyak faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak antara lain faktor
ekonomi makro, efektivitas sistem perpajakan yang dilaksanakan, perdagangan,
iklim, duni abisnis dan usaha, namun sebagaimana dinyatakan oleh Trivedi and
Lynn (2003).
Dari
apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menelaah skripsi
berjudul : “KONTRIBUSI PAJAK BAGI KEPENTINGAN KESEJAHTERAAN RAKYAT”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis akan mengemukakan dua pokok permasahan yaitu
sebagai berikut:
1.
Bagaimana
perkembangan penerimaan pajak saat ini di Indonesia?
2.
Bagaimana kontribusi pajak bagi kepentingan
kesejahteraan rakyat?
C. Tinjauan
Teoritis
Teori Kepatuhan Pajak (Tax Compliance) menurut Allingham dan Sandmo
(1972) menyebutkan bahwa kecenderungan
masyarakat tidak mau membayar pajak atau membayar pajak tapi pajak yang dibayar
tidak sesuai dari penghasilan yang sebenarnya disebabkan rendahnya pengawasan
pemerintah dan sanksi atau denda yang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak
patuh masih sangat kecil. Jika kita lihat pada jaman kerajaan dahulu, seluruh
warga patuh membayar pajaknya atau dikenal dengan istilah upeti raja karena
takut hukuman berat yang akan diterima apabila tidak membayar pajak.
Masalah
kepatuhan pajak di setiap negara berbeda. Umumnya di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat kepatuhan pajaknya sudah tinggi, yang ada adalah masalah
tindakan manipulasi pajak (tax evasion).
Sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia masalah kepatuhan pajak
yang rendah dan tindakan manipulasi pajak yang cukup tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN PENERIMAAN PAJAK
Dalam
postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia, penerimaan
pajak memiliki porsi penting dalam menopang penerimaan dalam negeri. Pasca
implementasi kebijakan otonomi daerah dan kebijaksanaan fiskal di Indonesia
tahun 2000 an, porsi penerimaan pajak terhadap penerimaan totoal dalam APBN
mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Adapun sebagai gambaran dari
perkembangan penerimaan pajak dalam tersebut berikut ini dipaparkan persentase
penerimaan pajak dalam negeri terhadap penerimaan total APBN Indonesia dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Sumber: www.fiskal.depkeu.go.di
Gambar :
Persentase
Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan
Total APBN
Indonesia Tahun 2005 – 2010
Penerimaan
perpajakan dalam negeri sejak tahun 2005 hingga 2010 menunjukkan adanya
kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kenaikan
dalam persentase pajak dalam negeri terhadap total penerimaan dalam APNB.
Selama periode waktu tersebut persentase penerimaan pajak berada pada kisaran
angka sekitar 70%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar penerimaan
negara dapat ditopang dari penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak.
Sedangkan sisanya ditopang oleh penerimaan negara yang berasal bukan dari
pajak, seperti ; penerimaan Sumber Daya Alam, bagian laba BUMN, surplus Bank
Indonesia dan pendapatan BLU dalam APBN. Sedangkan penerimaan pajak dalam
negeri dapat ditopang dari jenis-jenis pajak seperti ; Pajak Penghasilan (PPh
migas dan PPh nonmigas), Pajak Pertambahan Nilai, PBB, BPHTB Cukai dan pajak
lainnya. Sedangkan berdasarkan struktur perpajakan berdasarkan jenis-jenis
pajak tersebut, Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai memiliki porsi
terbesar dalam komponen penerimaan pajak nasional. Adapun gambaran dari porsi
jenis-jenis pajak tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Sumber: www.fiskal.depkeu.go.di
Gambar:
Persentase
PPh dan PPn Terhadap Total Penerimaan Pajak
dalam
APBN Indonesia Tahun 2005-2010
Penerimaan
pajak terbesar di Indonesa selama kurun waktu tersebut sebagian besar masih
ditopang oleh penerimaan pajak yang besumber dari pajak penghasilan (PPH) non
migas. Dalam kategori pajak ini pajak perorangan dan pajak badan akan
mendominasi kontribusinya dalam penerimaan pajak secara nasional. Sedangkan
pajak pertambahan nilai memiliki perkembangan yang relative stabil pada kisaran
31%-38%. Dengan proporsi demikian nampak bahwa penerimaan PPh masih melebihi
penerimaan PPN. Dengan demikian penerimaan pajak PPh yang lebih besar dari PPN
menunjukkan suatu keadaan yang ideal karena hal ini lebih mengidentifikasikan
rasa keadilan. Hal ini tidak terjadi pada masa-masa sebelumnya dimana justru
PPN selalu melebihi penerimaan PPh. Fakta ini mengindikasikan bahwa kedua jenis
pajak ini memiliki karakteristik yang berbeda. Kedua jenis pajak tersebut
merupakan salah satu instrumen perpajakan yang sangat relevan diterapkan di
Indonesia dalam meningkatkan penerimaan negara dan dalam menjaga stabilitas
perekonomian secara makro. Dalam hal ini tingkat penghasilan dan daya beli
masyarakat merupakan indikator penting dalam menilai seberapa besar penerimaan
pajak dari kedua jenis pajak tersebut dapat direalisasikan penerimaannya.
Implementasi
kebijaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa perubahan
mendasar dalam format penganggaran pemerintah pusat dan daerah. Perubahan utama
dalam penganggaran tersebut berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan daerah
yang lebih bersifat otonom. Implementasi kebijaksanaan desentralisasi fiskal di
Indonesia membawa konsekuensi pada munculnya transfer dalam bentuk dana
perimbangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (tingkat I dan tingkat
II). Bagi pemerintah pusat dana perimbangan tersebut merupakan komponen
pengeluaran yang diperuntukkan bagi perimbangan keuangan di berbagai daerah.
Sedangkan bagi pemerintah daerah, dana perimbangan tersebut merupakan sumber
penerimaan penting dalam kaitannya dengan penyelenggaraan roda pemerintahannya.
Adapun perkembangan dari dana perimbangan di Indonesia dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel:
Besarnya Alokasi Dana Perimbangan
Sumber: www.fiskal.depkeu.go.id
Diantara
komponen utama dalam dana perimbangan tersebut, alokasi anggaran untuk dana
alokasi umum memiliki porsi terbesar. Sedangkan dana bagi hasil memiliki porsi
di bawah penganggaran untuk dana alokasi umum dalam komponen dana perimbangan
yang ada. Dana hasil pajak dapat
dikelompokkan lagi penganggarannya, yakni dana bagi hasil pajak dan sumber daya
alam. Berdasarkan pada tabel di atas dapat dijelaskan bahwa besarnya dana bagi
hasil pajak yang ditransfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah meningkat
selama kurun waktu 2005 hingga 2010. Kenaikan transfer dana bagi hasil pajak
ini sebagai konsekuensi dari kenaikan penerimaan pajak pusat pada kurun waktu
yang sama seperti dijelaskan pada uraian sebelumnya. Pada tahun 2005 tercatat
persentase tertinggi dalam 5 tahun terakhir yaitu sebesar 16,5%, sedangkan
tahun tahun selanjutnya terus menurun sampai hanya 13,5 % tahun 2009 dan
kembali meningkat pada tahun 2010 menjadi sebesar 16%. Harapannya dengan
semakin meningkatnya penerimaan pajak pusat yang dapat dihimpun oleh pemerintah
pusat, maka transfer dana bagi hasil pajak dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah juga akan semakin besar.
Indeks
pembangunan manusia (IPM) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai
keberhasilan pembangunan suatu negara. Angka ini mencerminkan perkembangan
dalam kesejahteraan hidup masyarakat melalui tiga indikator kunci, yakni ;
tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan tingkat pendapatan per kapita
masyarakat. Perkembangan dalam angka IPM Indonesia dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Gambar:
Perkembangan angka IPM Indonesia
Tahun 2005-2010
Perkembangan
angka IPM Indonesia selama kurun waktu 2005-2009 menunjukkan adanya kenaikan
yang cukup signifikan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas kenaikan dalam
angka IPM ini mencerminkan adanya kenaikan dalam standar kesejahteraan hidup
masyarakat yang diukur dari tiga indikator utama, yakni ; tingkat pendidikan,
tingkat kesehatan dan tingkat pendapatan per kapita masyarakat. Kenaikan dalam
angka IPM tersebut tentunya sebagai dampak dari serangkaian kebijakan dalam
berbagai program kegiatan yang dapat mensuport kegiatan dibidang pendidikan,
kesehatan, dan bidang ekonomi. Banyaknya kegiatan yang ada dalam ketiga bidang
tersebut tentunya sebagai konsekuensi dari penambahan anggaran pada berbagai
kegiatan yang ada
B. KONTRIBUSI PAJAK BAGI KEPENTINGAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Pajak
sebagaimana dipahami bersama merupakan sebuah instrumen negara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan penerimaan negara. Dalam hal ini pajak dapat
dipandang sebagai sumber penerimaan yang dapat digali secara mandiri dalam
sebuah perekonomian. Dengan kata lain, penerimaan dari pajak mencerminkan
kemampuan negara dalam membiayai pembangunannya yang bersumber dari
kemampuannya sendiri. Berbeda dengan sumber penerimaan negara dari adanya
hutang luar, penerimaan dari pajak lebih bersifat self capacity dalam menggali berbagai potensi penerimaan yang ada
dalam perekonomian. Dalam implementasinya berbagai jenis pajak dapat dikenakan
ke berbagai obyek pajak yang ada, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan
potensi penerimaan pajak suatu negara.
Dalam
postur APBN Indonesia pasca implementasi kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, peran pajak sedemikian penting dalam rangka pembiayaan
transfer anggaran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Komponen transfer
tersebut secara eksplisit dapat dilihat dari besarnya dana perimbangan dan juga
bagi hasil (khususnya bagi hasil pajak) yang diterimakan oleh pemerintah pusat
ke pemerintah daerah. Semakin besar kontribusi daerah dalam menyumbangkan
penerimaan pajaknya ke pemerintah pusat semakin besar pula transfer dana bagi
hasil pajak yang diterimakan ke daerah.
Namun
demikian juga patut disadari bahwa besar kecilnya penerimaan pajak akan sangat
ditentukan oleh kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (tax compliance). Sebagian masyarakat
masih menganggap bahwa beban pajak yang harus ditanggungnya sudah sedemikian
berat dan mestinya harus dikurangi. Oleh karena itulah banyak diantara warga
masyarakat yang kemudian melakukan upaya tax
avoidance dan tax evasion dalam
pemenuhan perpajakannya.
Tingkat
kepatuhan fiskus yang tinggi menyiratkan tindakan fiskus yang menghargai wajib
pajak (respect) dan yang tidak
sewenang-wenang memperlakukan wajib pajak secara otoriter. Pajak yang
dibayarkan dianggap sebagai sebuah pengeluaran yang musti dilakukan karena
kepemilikan/manfaat dari obyek pajak yang ada. Sebaliknya tingkat kepatuhan
pajak yang rendah, mencerminkan adanya ketidakrelaan masyarakat dan fiskus
dalam melaksanakan kewajiban dan aturan perpajakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pemberlakuan
benchmark oleh pemerintah terhadap
kinerja laporan keuangan dan SPT wajib pajak dipandang cukup strategis, namun
upaya tersebut haruslah pula ditindaklanjuti secara konsekwen dan terukur
sehingga tidak terjadi kontra produktif mengingat pembuatan benchmark haruslah
berdasarkan data dan penelitian yang terukur sehingga dapat mengambarkan suatu
batas nilai yang obektif dan adil.
Upaya
lain, pemerintah
melalui kebijakan sunset policy
(tahun 2008) dan kebijakan sensus pajak nasional (tahun 2011) dapat dipandang
sebagi upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat.
Namun demikian melihat eskalasi dan problematikan perpajaka dalam kaitannya
dengan kepatuhan pajak masyarakat, kebijakan tersebut perlu diimbangi dengan
kebijakan pengembalian penerimaan pajak pusat ke pajak daerah dengan
memperhatikan tingkat kepatuhan pajak masyarakat di masing-masing daerah. Hal
ini merupakan salah satu wujud dari implementasi reward and punishment
dalam pemungutan perpajakan. Selain itu pula transparansi dalam pengelolaan dan
pemanfaatan perpajakan perlu untuk terus dilakukan guna memberikan rasa aman
dan percaya dari masyarakat pembayar pajak akan uang yang telah disetorkannya
kepada negara.
Moment
inilah sebenarnya yang ingin dirasakan oleh masyarakat secara luas. Kalau
mereka sudah membayar pajak imbal balik yang dirasakannya dalam bentuk apa,
kapan dirasakan dan bagaimana mekanisme imbal balik tersebut dilakukan.
Walaupun pajak merupakan instrumen negara, namun implementasi di lapangan akan
sangat ditentukan oleh respon, sensitifitas dan kemauan masyarakat dalam
melakukan kewajiban perpajakannya.
Implikasi
kepatuhan pajak terhadap kesejahteraan hidup masyarakat memiliki dimensi dan
implikasi luas baik menyangkut kebijakan dan implementasinya di lapangan. Dalam
konstelasi perpajakan di Indonesia mekanisme imbal balik perpajakan kepada
masyarakat diwujudkan dalam bentuk transfer anggaran dalam bentuk dana
perimbangan. Kenaikan penerimaan pajak dalam postur APBN membawa implikasi pada
kenaikan transfer anggaran dalam bentuk dana perimbangan ke pemerintah daerah.
Implikasi penganggaran dalam bentuk transfer dana tersebut secara faktual dapat
meningkatkan angka IPM Indonesia dari waktu ke waktu. Meskipun kenaikan IPM
tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, namun tiga indikator utama yang
ada, seperti ; tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan tingkat pendapatan
perkapita masyarakat telah menunjukkan kenaikan dalam intensitas kegiatannya.
Dalam perspektif implementatif, penganggaran dalam bentuk BOS, jamkesmas,
kucuran kredit usaha dapat dipandang sebagai sebagai wujud dari ketersediaan
anggaran yang semakin besar dalam membangun kualitas sumber daya manusia
Indonesia. Hal yang musti diperhatikan lebih serius adalah aspek pemerataan
dari berbagai kegiatan di bidang IPM. Adanya disparitas dalam penyediaan
berbagai sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan dan perekonomian harus
diatasi dengan memperbanyak intensitas kegiatan di bidang-bidang tersebut. Pada
akhirnya kesejahteraan hidup masyarakat pada dasarnya merefleksikan dari
kemampuan masyarakat dalam mencapai tujuan hidupnya. Dalam hal ini negara harus
mampu mendorong dan memfasilitas kemampuan masyarakat tersebut, sehingga
tingkat kesejahteraan hidup yang diinginkan dapat dicapai secara merata dan
berkeadilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Besar
kecilnya penerimaan pajak akan ditentukan oleh seberapa besar tingkat kepatuhan
pajak masyarakat dan tingkat kepatuhan fiskus. Tingkat kepatuhan pajak
masyarakat yang tinggi mencerminkan kesediaan seseorang untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya. Demikian pula tingkat kepatuhan fiskus yang tinggi
menyiratkan tindakan fiskus yang menghargai wajib pajak ( respect ) dan yang
tidak sewenang-wenang memperlakukan wajib pajak secara otoriter. Pajak yang
dibayarkan dianggap sebagai sebuah pengeluaran yang musti dilakukan karena
hasil pembangunan yang terjadi pada akhirnya bermanfaat demi kesejahteraan
masyarakat itu sendiri. Sebaliknya tingkat kepatuhan pajak yang rendah,
mencerminkan adanya ketidakrelaan masyarakat dan fiskus dalam melaksanakan
kewajiban dan aturan perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pada akhirnya akan berimbas pada rendahnya penerimaan pajak pusat dan
transfer dana perimbangan daerah.
Dengan
demikian kepatuhan pajak memiliki peran sentral yang sangat signifikan dalam
rangka pencapaian kesejahteraan hidup masyarakat. Adanya kepatuhan pajak yang
tinggi, akan dapat meningkatkan penerimaan negara. Kondisi ini pada akhirnya
dapat berdampak pada kenaikan anggaran negara yang akan dialokasikan ke
berbagai sektor dan pemerintahan di bawahnya. Melalui mekanisme penganggaran
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, kepatuhan pajak pada akhirnya
dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Oleh karena itu, sangat
penting bagi kita semua untuk mengupayakan agar tingkat kepatuhan pajak
masyarakat dan fiskus terhadap pajak tetap tinggi. Selain itu pula perlu
dibangun sebuah pemahaman yang benar bahwa pajak itu dari masyarakat, untuk
masyarakat dan oleh masyarakat.
B.
Saran
Pemerintah sudah seharusnya lebih meningkatkan pengawasan
terhadap penggunaan keuangan Negara khususnya dalam hal penggunaan dana yang
dihasilkan dari rakyat, yakni pajak. Belum hilang dari ingatan kita bagaimana
seorang mafia pajak telah mengikis uang Negara hingga triliunan Rupiah, sudah
selayaknya para pejabat yang terbukti bersalah tidak diberi ampun, diberi
hukuman seberat-beratnya agar memberikan efek jera bagi pelaku. Hal ini mungkin
tidak akan terjadi bila pengawasan yang dilakukan pemerintah sangat baik di
segala sektor pemerintahan. Dan kalaupun terjadi, bila dihukum seberat-beratnya
akan membuat pejabat lain takut untuk melakukan hal yang sama.
DAFTAR
BACAAN
-----Allingham, Michael G. and Agnar Sandmo, 1972. Income Tax Evasion: A Theoritical Analysis, Journal of Public Economics,
1: pp.323-338
-----Beckman, Klaus, 2003. Tax
Progression and Evasion: A Simple Graphical Approach, Reader in Economic,
Andrassy University,P.F, Juni: pp.1-23
-----Brotodihardjo,
Santoso. 1984. Pengantar Ilmu Hukum Pajak.
Bandung : PT. Eresco
-----Brotodihardjo, Santoso. 1993. Pengantar
Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT. Eresco Bandung.
-----Burton,
Richard dan Ilyas, wirawan. 2001. Hukum
Pajak. Jakarta : Salemba Empat
-----Cowell, Frank A and Jemes P. A Gordon, 1988. Unwillingness to Pay: Tax Evasion And Public Good Provision, Journal of Public Economics, 26: pp.
305-321
-----Ismawan,
Indra. 2001. Memahami reformasi
perpajakan 2000. Jakarta : PT. Elex media kumputindo
-----James, Simon and Clinton Alley. 1999. Tax Compliance, Self Assessment and Tax Administration. Journal of
Finance and Management in Public Service Volume 2 Number 2: pp.27-42 .
-----Jones, Sally M. 2002. Principles
of Taxation, New York: Mc Graw Hill.
Singarimbun, Masri, 1989. Pengantar
Metode Survei, Edisi Kedua, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
-----Suandy,
Erly. 2002. Hukum Pajak. Jakarta :
Salemba Empat
Komentar
Posting Komentar