Resume Ilmu Perundang-Undangan Jilid II


BAB II
PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
A.     Pendahuluan
Proses atau tata cara pembentukan perundang-undangan merupakan suatu tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membentuk undang-undang.
Yang berhak mengajukan Rancangan undang-undang adalah :
1.      Pengajuan dari Presiden berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan).
2.      Pengajuan dari Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan).
3.      Pengajuan dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Pasal 22D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan).
Secara garis besar proses pembentukan undang-undangan terdiri atas beberapa tahap, yakni :
1.      Proses persiapan pembentukan undang-undang, yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan pemerintahan, di lingkungan dewan perwakilan rakyat, atau di lingkungan dewan perwakilan daerah.
2.      Proses pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat
3.      Proses pengesahan oleh Presiden, dan
4.      Proses pengundangan ( Oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan).
B.     Proses pembentukan Undang-Undang Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan  ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya   adalah :
a.       Perencanaan,
b.      Persiapan,
c.       Teknik penyusunan,
d.      Perumusan,
e.       Pembahasan,
f.        Pengesahan,
g.       Pengundangan, dan
h.       Penyebarluasan.
Tahap-tahap Pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya dilakukan sebagai berikut :
1.      Perencanaan Penyusunan Undang-Undang
Proses pembentukan undang-undang menurut pasal 15 ayat (1) dan 16 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dilaksanakan sesuai dengan Program Legislasi Nasional, yang merupakan perencanaan  penyusunan Undang-Undang yang disusun secara terpadu antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Republik Indonesia. Tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas tersebut dalam pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden No. 61 Th. 2005 tentang Tata cara Penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional, yang ditetapkan pada tanggal 13 Oktober 2005.
2.      Persiapan Pembentukan Undang-Undang
Rancangan undang-undang dapat berasal dari (Anggota) DPR, Presiden, maupun dari DPD yang disusun berdasarkan Prolegnas. Rancangan undang-undang yang berasal dari DPD adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan antara pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (Pasal 22D ayat (2) UUD 1945, dan Pasal 17 ayat (2) UU No. 10 Th. 2004).
3.      Pengajuan Rancangan Undang-Undang
Pengajuan rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Pasal 18 dan Pasal 19 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Setelah rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, selesai disiapkan, maka sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, rancangan undang-undang tersebut diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dengan surat Presiden (dahulu Amanat Presiden).
C.     Proses Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden.
Proses penyiapan rancangan undang-undang yang berasal dari Pemerintah saat ini dilakukan menurut Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden, yang ditetapkan tanggal pada tanggal 24 November 2005. Tata cara mempersiapkan undang-undang yang berasal dari Pemerintah dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a.       Penyusunan Rancangan Undang-Undang ada dua jenis yakni;
a.       Penyusunan undang-undang berdasarkan Prolegnas (Pasal 2 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005)
Konsepsi pengaturan rancangan undang-undang yang diajukan meliputi:
a)      Urgensi dan tujuan pengaturan,
b)      Sasaran yang ingin diwujudkan,
c)      Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d)      Jangkauan serta arah pengaturan.
b.      Penyusunan rancangan undang-undang diluar Prolegnas (Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005)
Keadan tertentu untuk mengajukan rancangan undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tersebut adalah;
a)      Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang
b)      Meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional
c)      Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi
d)      Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; atau
e)      Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dan Menteri.
b.      Penyampaian Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 25 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005)
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 26 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005, Menteri Sekretaris Negara akan menyiapkan Surat Presiden kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyampaikan rancangan undang-undang disertai dengan Keterangan Pemerintah mengenai rancangan undang-undang tersebut antara lain memuat tentang:
1)      Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat;
2)      Sifat penyelesaian rancangan undang-undang yang dikehendaki;
3)      Cara penanganan dan pembahasannya.
D.     Proses Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan Keputusan Dewan  Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Proses penyiapan rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat, yang saat inidiatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 130-133, pengajuan rancangan undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakyat.
E.      Proses Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Daerah
Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia No. 2/DPD/2004 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan  Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, khususnya diatur dalam Pasal 123 s/d 139 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah. Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib DPD, proses penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-undang yang berasal dari DPD dilakukan sebagai berikut;
1)      Tingkat pembicaraan (Pasal 123 Peraturan Tata Tertib DPD)
2)      Prakarsa Penyusunan Usul Rancangan Undang-undang (Pasal 126 s/d 131 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.
3)      Pengajuan dan Pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 132 s/d 135 Peraturan Tata Tertib DPD)
4)      Pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden Dewan Perwakilan Daerah. (Pasal 136 Peraturan Tata Tertib DPD)
F.       Pengajuan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I?2005-2006 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia diatur tentang Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dalam Pasal 134.
G.     Proses Pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat
Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I?2005-2006 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pasal 136, 137 dan 138.
Berdasarkan Pasal 136 Peraturan Tata Tertib DPR, Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu;
1)      Pembicaraan Tingkat I, yang dilakukan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat PAnitia Khusus (Pasal 137 Peraturan Tata Tertib DPR).
2)      Pembicaraan Tingkat II, yang dilakukan dalam Rapat Paripurna(Pasal 138 Peraturan Tata Tertib DPR).
     Selain itu, sebelum dilakukan pembicaraan Tingkat I dan Tingkat II, diadakan Rapat Fraksi.
H.     Pengesahan Rancangan Undang-Undang, Pengundangan, dan Penyebarluasan
a)      Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004
Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden terebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama (Pasal 37 Undang-undang no. 10 Th. 2004).
Setelah menerima rancangan undang-undang yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden tersebut, Sekretariat Negara akan menuangkannya dalam kertas kepresidenan dan akhirnya dikirim kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
Pengesahan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak rancangan undang-undang tersebut di setujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
Setelah Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat tersebut, maka Undang-Undang tersebut kemudian diundangkan oleh Menteri (yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang peraturan perundang-undangan), agar Undang-Undang itu dapat berlaku dan mengikat umum.
Dalam hal rancangan undang-undang tersebut tidak ditanda tangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undnag-undang dan wajib diundangkan, sesuai ketentuan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Th. 2004, dan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 Perubahan.
Setelah undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Pemerintah wajib menyebarluaskan Undang-Undang yang telah diundangkan tersebut. (Pasal 51 Undang-undang No. 10 Th. 2004)
b)      Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007
Hal tantang Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan selain diatur dalam Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
I.        Pembentukan Undang-Undang secara Ringkas
Secara ringkas pembentukan Undang-Undang dilakukan sebagai berikut;
1)      Tahap Perencanaan- dilakukan berdasarkan :
a.       Peraturan Presiden No. 61 Th. 2005 tentang tentang Tata cara Penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional;
b.      Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 1/DPR-RI/III/2004-2005 tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005 sampai dengan 2009; dan
c.       Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 02F/DPR-RI/II/2005-2006 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2006.
2)      Tahap Penyiapan Rancangan Undang-Undang- dilakukan sebagai berikut :
a.       Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden
b.      Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
c.       Rancangan Undang-Undanga dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia No. 02/DPD/2004 sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia No. 29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
3)      Tahap Pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat – Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 8 /DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
4)      Tahap Pengesahan – Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
5)      Tahap Pengundangan – Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan PresidenNo. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
















BAB III
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
  1. Prolegnas berdasarkan Undang-Undang No. 10 Th. 2004
Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menetapkan dalam Bab IV tentang Perencanaan Penyusunan Undang-Undang, yang terdiri dari dua Pasal, yaitu Pasal 15 dan Pasal 26.
Dalam Pasal 15 ditetapkan bahwa, Perencanaan Penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional, sedangkan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah.
Selanjutnya dirumuskan dalam Pasal 16 bahwa,
1)      Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi
2)      Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi
3)      Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-undangan.
4)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
  1. Penetapan Prolegnas berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 01/DPR-RI/III/2004-2005
    1. Latar belakang
Program pembangunan hukum perlu menjadi prioritas utama karena perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki implikasi yang luas dan mendasar dalam system ketatanegaraan kita yang perlu diikuti dengan perubahan-perubahan dibidang hukum. Disamping itu, arus globalisasi yang berjalan pesat yang ditunjang oleh perkembangan teknologi informasi telah mengubah pola hubungan antara Negara dan warga dengan pemerintahannya. Hukum sebagai perekat kehidupan berbangsa dan bernegara bermakna bahwa dalam Negara Republik Indonesia terdapat satu kesatuan system hukum nasional Indonesia. System hukum nasional adalah system yang menganut asas kenusantaraan yang tetap mengakui keanekaragaman atau heterogenitas hukum seperti hukum adat, hukum islam, hukum agama lainnya, hukum kontemporer, dan hukum barat, serta merumuskan berbagai simpul yang menjadi titik taut fungsional di antara aneka ragam kaidah yang ada melalui unifikasi terhadap hukum-hukum tertentu yang dilakukan, baik secara parsial, maupun dalam bentuk kodifikasi.
    1. Prinsip dasar Pembentukan Undang-Undang
Dalam Prolegnas dinyatakan bahwa, dalam pembentukan undang-undang secara komprhensif perlu memperhatikan 3 dimensi, yaitu masa lalu yang terkait dengan sejarah perjuangan bangsa, masa kini yaitu kondisi objektif yang ada sekarang dengan lingkungan strateginya dengan memandang ke masa depan yang dicita citakan. Dalam kaitan itu, maka dalam penyusunan program pembentukan undang-undang perlu mempertimbangkan heterogenitas hukum yang terdiri dari hukum adat, hukum islam, hukum agama lainnya, hukum kontemporer, serta pancasila dan undang-undang dasar republic Indonesia tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi.
Selain itu prinsip dasar dalam pembentukan undang-undang yang perlu dipegang teguh adalah:
1)      Kesetian kepada cita-cita Sumpah Pemuda, Proklamasi kemerdekaan 17 agustus, serta nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam pancasila, serta nilai-nilai konstitusional sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2)      Terselenggaranya Negara hukum Indonesia yang demokratis, adil, sejahtera, dan damai
3)      Dikembangkannya norma-norma hukum dan pranata hukum baru dalam rangka mendukung dan melandasi masyarakat secara berkelanjutan, tertib, lancer dan damai serta mengayomi seluruh tumpah darah dan segenap bangsa Indonesia.
    1. Tujuan Prolegnas
Beberapa tujuan Prolegnas yang diharapkan dapat dicapai saat ini adalah :
1)      Mempercepat proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari pembentukan system hukum nasional
2)      Membentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan dan perekat bidang pembangunan lainnya serta mengaktualisasikan fungsi hukum sebagai sarana rekayasa social/pembangunan, instrument pencegah/penyelesaian sengketa, pengatur perilaku anggota masyarakat dan sarana pengintegrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
3)      Mendukung upaya dalam rangka mewujudkan supremasi, terutama penggantian terhadap peraturan perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.
4)      Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah ada selama ini namun tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan
5)      Membentuk peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. 
    1. Kondisi objektif
Penetapan Prolegnas ini diperlukan oleh karena, meskipun sejak tahun 1993 bidang hukum telah dijadikan bidang pembangunan tersendiri dan pada era reformasi pembangunan bidang hukum diberikan prioritas yang tinggi, namun dalam kenyataannya masih dijumpai berbagai permasalahan di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat sebagai berikut ;
1)      Prolegnas sebagai bagian dari Program Pembangunan Nasional belum sepenuhnya dilaksanakan karena lemahnya koordinasi dan sikap mengutamakan kepentingan sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-undangan;
2)      Kemampuan lembaga pembentuk undang-undang dalam menyelesaikan pembentukan undang-undang masih belum optimal karena belum dibakukannya cara cara dan metode perencanaan, penyusunan dan pembahasa rancangan undang-undang, dan masih kurangnya tenaga fungsional perancang peraturan perundang-undangan
3)      Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan rancangan undang-undang dan pembahasannya di Dewan Perwakilan Rakyat belum maksimal dan aspirasi masyarakat terutama yang terkait dengan substansi suatu rancangan undang-undangan, seringkali tidak terakomodasi sehingga suatu rancangan undang-undang ketika disahkan menjadi undang-undnag mendapat reaksi keras dari masyarakat;
4)      Perubahan system ketatanegaraan yang terjadi pasca amandemen Undnag-Undang Dasar Negara Republik Indaonesia Tahun 1945 belum secara tuntas diikuti dengan pembentukan undang-undang pelaksanaannya.;
5)      Hukum positif maasih banyak yang tumpang tindih, tidak konsisten, baik secara vertical maupun horizontal, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum;
6)      Bahasa hukum yang digunakan belum baku dan sering tidak sesuai Kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga rumusan suatu ketentuan dari undang-undang tidak jelas dan multi tafsir
7)      Peraturan pelaksanaan undang-undang tidak segera diterbitkan atau terdapat jarak waktu yang cukup lama antara berlakunya undang-undang dengan penerbitan peraturan pelaksanaannya, sehingga undang-undang tidak terlaksana secara efektif;
8)      Masih terdapat peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, bias jender, dan kurang responsif terhadap perlindungan hak asasi manusia terutama hak-hak kelompok yang lemah dan marjinal;
9)       Sebagai bagian dari masyarakat dunia, perlu selektif diadopsi konvensi-konvensi internasional dalam rangka memasuki era perdagangan bebas dan mendukung upaya perlindungan hak asasi manusia, pelestarian lingkungan hidup, pemeberantasan kejahatan transnasional dan extraordinary crime yang mengancam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
    1. Visi misi
Dalam Prolegnas Tahun 2005 s/d 2009 dirumuskan bahwa, penyusunan Prolegnas didasarkan pada visi pembangunan hukum nasional, yaitu;
“ Terwujudnya Negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan system hukum nasional dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan dan kebenaran yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa di dalam bingkai NKRI untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Sementara itu, untuk mencapai visi tersebut diatas, maka Prolegnas disusun dengan misi sebagai berikut;
1)      Mewujudkan materi hukum di segala bidang dalam rangka penggantian terhadap Peraturan Perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan dan kebenaran, dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
2)      Mewujudkan budaya hukum dan masyarakat yang sadar hukum
3)      Mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, professional, bermoral, dan berintegritas tinggi
4)      Mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi dan berwibawa. 












BAB IV
PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG_UNDANG (PERPU)
1)      Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang_Undang (Perpu)
Adalah peraturan yang dibentuk oleh Presiden dalam “hal ihwal kepentingan yang memaksa”, oleh karena itu proses pembentukannya agak berbeda dengan pembentukan suatu undang-undang.
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut :
v  Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945beserta penjelasannya
v  Pasal 24 Undang-Undang No. 24 Th. 2004 tentang Peraturan Pembentukan Undang-Undang.
v  Pasal 36 s/d 38 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden.
2)      Proses Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut ;
a.       Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
“Presiden menetapkan rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun berdasarkan ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah dan rancangan peraturan presiden”.
3)      Proses Pemberian Persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Menurut ketentuan dalam Pasal 36 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka pembahsan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilakukan dengan cara :
1)      Pembahasan rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan rancangan undang-undang.
2)      Dewan Perwakilan Rakyat hanya menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
3)      Dalam hal rancangan undang-undang mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku.
4)      Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat maka Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut.
Sementara itu, menurut Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, rancangan undang-undang yang berasal dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) tersebut akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan prosedur pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Pemerintah, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 136, Pasal 137, dan Pasal 138. Ketentuan tersebut dirumuskan dalam Pasal 140 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 140
1)      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut
2)      Terhadap pembahasan dan penyelesaian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, Pasal 137, dan 138, dengan memperhatikan ketentuan yang khusus berlaku bagi rancangan undang-undang yang berasal dari Pemerintah (Lihat Bab II Sub. Bab G).


















BAB V
PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN PRESIDEN
v  Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah (Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004)
Proses pembentukan suatu Peraturan Pemerintah adalah kewenangan Presiden dalam melaksanakan undang-undang yang tidak melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat. Selama ini pemebentukan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden (dulu Keputusan Presiden) dan peraturan perundang-undangan lainnya dilaksanakan menurut Keputusan Presiden No. 188 Th. 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancanagan Undang-Undang.
Sebenarnya Keputusan Presiden No. 188 Th. 1998 hanya mengatur Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Akan tetapi, proses Pembentukan Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Presiden serta Peraturan Perundang-Undangan lainnya diselenggarakan juga sesuai tata cara tersebut
Dalam pasal 24 Undang-Undnag No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang, ditetapkan bahwa :
“ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden diatur dengan peraturan presiden.”
Dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut dirumuskan bahwa, “dalam penyusunan rancangan Pereturan Pemerintah, Pemrakarsa membentuk panitia Antardepartemen, tata cara pembetukan Panitia Antardepartemen, Pengharmonisasian, Penyusunan, dan Penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan Bab II.”
Dengan rumusan a’berlaku mutatis mutandis” dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut, maka penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah disesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 24. Penerapan ketentuan dalam Bab II Peraturan Presiden No. 6 Th. 2005 tersebut adalah sebatas pengaturan terhadap hal-hal yang tidak berhubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, oleh karena Pembentukan Peraturan Pemerintah adalah merupakan wewenang pengaturan dari Presiden (lihat Bab I Huruf C).
v  Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Pemerintah (Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007)
Dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan,Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dirumuskan bahwa :
 “Presiden menetapkan rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun berdasarkan ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan Pemerintah Pemerintah pengganti undang-undang, rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.”
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Menteri Sekretaris Negara melakukan penyiapan naskah rancangan Peraturan Pemerintah, kemudian Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah dengan membubuhkan tanda tangan, sesuai Pasal 8 ayat (2) huruf a dan ayat (3) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007. Sesudah itu, Menteri Sekretaris Negara membubuhkan nomor dan tahun pada naskah Peraturan Pemerintah untuk disampaikan kepeda  Menteri untuk diundangkan (Pasal 8 ayat (4) huruf a Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007).
Menteri akan mengundangkan Peraturan Pemerintah tersebut dengan menetapkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia disertai nomor dan tahunnya, menempatkan penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dengan memberikan nomor. {Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007}
Selanjutnya Menteri akan menandatangani pengundangan dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah Peraturan Pemerintah dan menyampaikannya kepada Menteri Sekretaris Negara untuk disimpan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 10 Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007).    
v  Pembentukan Peraturan Presiden (menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2007)
Sama halnya dengan proses pembentukan Peraturan Pemerintah, pembentukan suatu Peraturan Presiden dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Presiden yang dimaksudkan dalam Pasal 24 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.
Dalam Pasal 40 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut dirumuskan bahwa, “Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, Pemrakarsa dapat membentuk Panitia Antardepartemen, dan tata cara pembentukan Panitia Antardepartemen, Pengharmonisasian, Penyusunan, dan Penyampaian Rancangan Peraturan Presiden kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan Bab II.”
Dalam rumusan “berlaku mutatis mutandisaa” dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut, maka penyusunan Rancangan Peraturan Presiden disesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 24. Penerapan ketentuan dalam Bab II Peraturan Presiden No. 6 Th. 2005 tersebut adalah sebatas pengaturan terhadap hal-hal yang tidak berhubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, oleh karena Peraturan Presiden adalah merupakan wewenang pengaturan dari Presiden {Lihat uraian Bab I huruf C}.
v  Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Presiden (Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007)
Dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dirumuskan bahwa :
“Presiden menetapkan Rancangan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun berdasarkan ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang , rancangan peraturan pemerintah dan rancangan peraturan presiden.”
Dalam Pasal 9 ayat (4) Peraturan Presiden dilakukan sepanjang mengenai ;
a.       Pengesahan perjanjian antara Republik Indonesia dan Negara lain atau badan internasional; dan
b.      Pernyataan keadaan bahaya.
           
v  Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Perundang-Undangan lainnya (Menurut Peraturan Presiden)
Dalam pasal 46 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dirumuskan tentang adanya peraturan perundang-undangan lainnya dengan rumusan “Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia” sebagai berikut:
Dalam undang-undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden, tidak dirumuskan bagaimana proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang berada dibawah Peratran Presiden; namun demikian dalam Pasal 11 Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan bahwa, Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf d tersebut ditetapkan oleh Pimpinan Lembaga yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan.
Sesuai ketentuan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf d Undang-Undangan No. 10 Th. 2004, Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Lembaga tersebut harus diundangkan, dan pengundangannya dilakukan oleh Menteri. Pimpinan Lembaga setelah menatapkan peraturan perundang-undangan tersebut menyampaikan naskahnya yang telah diberi nomor dan tahun kepada Menteri untuk diundangkan. (Pasal 12 Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007).
Menteri mengundangkan peraturan perundang-undangan tersebut dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dengan membubuhkan nomor dan tahun, dan menempatkan penjelasannya adalan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dengan membubuhkan nomornya. (Paasal 13 Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007)
Selanjutnya Menteri menandatangani pengundangan peraturan perundang-undangan dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah peraturan perundang-undangan tersebut, kemudian menyampaikannya kepada Sekretariat Lembaga yang bersangkutan untuk disimpan sesusi peraturan perundang-undangan yang berlaku.















BAB VI
KERANGKA ATAU BENTUK LUAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1)      Pendahuluan
Undang-undangan No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara tegas menetapakn dalam Pasal 44 bahwa, teknik penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang tersebut, yang berlaku untuk penyusunan peraturan perundang-undangan ditingkat Pusat, maupun ditingkat Daerah. Secara keseluruhan Pasal 44 dirumuskan sebagai berikut :
a.       Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan sesuai teknik peyusunan peraturan perundang-undangan;
b.      Ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang.;
c.       Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
2)      Kerangka (Kenvorm) Peraturan Perundang-Undangan
Kerangka (bentu luar, Konverm) peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meliputi :
1)      Judul
Judul suatu peraturan perundang-undangan adalah uraian singkat tentang isi peraturan perundang-undangan, yang didahului dengan penyebutan jenis, nomor dan tahun pengundangan atau penetapan, serta kalimat singkat yang mencerminkan nama dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
2)      Pembukaan
Pembukaan (aanhef) suatu peraturan perundang-undangan terdiri atas Frase “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”, jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan, Konsideran ”Menimbang” dan dasar hukum pembentukan “Mengingat”, serta Diktum.
a.       Frase “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.”
Ditulis seluruhnya dengan huruf Kapital yang diletakkan ditengah marjin tanpa diakhiri tanda baca pada pembukaan undang-undang, yang mencerminkan bahwa rumusan undang-undang yang dibentuk tersebut dipenuhi oleh Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
Adalah penyebutan terhadap Presiden Republik Indonesia selaku pejabat yang berwenang mengesahkan undang-undang tersebut.
c.       Konsiderans “Menimbang”
Adalah alasan-alasan atau pertimbangan mengapa undang-undang tersebut perlu dibentuk.
d.      Dasar hukum “Mengingat”
Dasar hukum suatu Undang-Undang adalah landasan yang bersifat yuridis bagi pembentukan undang-undang tersebut.
e.       Diktum.
Dictum suatu undang-undang adalah penyebutan/penulisan nama dari undang-undang yang dibentuk, dan nama tersebut disesuaikan dengan nama yang tertulis dalam judul Undang-Undang tersebut.
3)      Batang Tubuh
Batang tubuh suatu Undang-Undang memuat rumusan-rumusan materi muatan//substansi dari Undang-undang, yang dirumuskan dalam pasal (-Pasal) karena pasal merupakan satuan acuan dalam suatu Undang-Undang.
Menurut A. Hamid Attamini (1990), mengutip DWP Ruiter, pasal-pasal dalam Batang Tubuh suatu Undang-Undang dirumuskan dalam kalimat yang normative, atau rumusan lainnya yang memuat tentang: (Maria Farida Indrati, 2007:98)
·        Aturan tingkah laku, yang berupa :
o   Perintah;
o   Larangan;
o   Pengizinan; dan
o   Pembebasan
·        Ketentuan tentang wewenang
·        Ketentuan tentang penetapan yang terdiri atas ;
o   Berwenang
o   Tidak berwenang, dan
o   Boleh tapi tidak harus
Batang tubuh suatu Undang-Undang dapat terdiri atas:
a.       Ketentuan umum
Dapat memuat hal-hal yang merupakan ketentuan-ketentuan yang bersifat umum seperti defenisis, ketentuan-ketentuan pengertian, singkatan, atau penyebutan seorang Menteri atau Pejabat yang dipakai dalam undang-undang tersebut.
b.      Materi pokok yang diatur
Dalam suatu undang-undang tidak dapat dibatasi sehingga luas atau tidaknya materi dalam Undang-Undang tergantung pada kebutuhan dari masing-masing undang-undang.
c.       Ketentuan pidana (Jika diperlukan)
Merupakan ketentuan yang tidak mutlak ada dalam suatu Undang-Undang sehingga perumusan ketentuan pidana tersebut tergantung pada masing-masing undang-undang
d.      Ketentuan peralihan (Jika diperlukan)
Merupakan ketentuan yang besifat transito, yaitu ketentuan yang mengatur mengenai penyesuaian keadaan yang sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang yang baru dibentuk tersebut sehingga undang-undang yang baru dapat berjalan lancer dan tidak membawa dampak yang tidak dikehendaki dalam masyarakat.
e.       Ketentuan Penutup.
Merupakan bagian akhir dari batang tubuh suatu undang-undang, yang biasanya memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
·        Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang diikutsertakan dalam pelaksanaan undang-undang tersebut, yang dapat berupa:
o   Pelaksanaan suatu yang bersifat menjalankan, yang menunjuk pejabat tertentu yangdiberi  wewenang untuk memberikan surat izin, mengangkat pegawai, atau menunjuk pejabat tertentu untuk menyidik pelanggaran ketentuan dalam undang-undang tersebut; atau
o   Pelaksanaan sesuatu yang bersifat mengatur, yaitu pendelegasian wewenang untuk membuat peraturan pelaksana dari undang-undang yang bersangkutan kepada lembaga atau pejabat tertentu.
·        Penyingkatan nama atau judul kutipan pada undang-undang baru yang memiliki nama atau judul terlalu panjang
·        Ketentuan tentang pengaruh undang-undang yang baru terhadap peraturan perundang-undangan (undang-undang) yang lain
·        Ketentuan tentang saat mulai berlakunya undang-undang baru tersebut.
4)      Penutup
Penutup suatu undang-undang merupakan bagian akhir dari suatu undang-undang, yang memuat ;
a.       Rumusan perintah pengundangan dan penempatan undang-undang dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara RI yang berbunyi;
b.      Penandatanganan, pengesahan, atau penetapan undang-undang;
c.       Pengundangan undang-undang;
d.      Akhir bagian penutup.
5)      Penjelasan (Jika diperlukan)
Pada dasarnya, setiap undang-undang yang baaru dibentuk memerlukan penjelasan.
6)      Lampiran (Jika diperlukan)
Suatu undang-undang yang baru dibentuk kadang-kadang memerlukan lampiran. Lampiran dapat berupa suatu gambar/lambing, peta lokasi, grafik, atau suatu system penghitungan yang merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan undang-undang yang baru dibentuk tersebut.





Sumber : Buku Ilmu Perundang-Undangan Jilid II olh Ny. Maria Farida Indrati Soeprapto, S.H.,M.H.

Komentar

Postingan Populer