Resume Ilmu Perundang-Undangan Jilid II
BAB
II
PROSES
PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
A. Pendahuluan
Proses
atau tata cara pembentukan perundang-undangan merupakan suatu tahapan kegiatan
yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membentuk undang-undang.
Yang
berhak mengajukan Rancangan undang-undang adalah :
1. Pengajuan
dari Presiden berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan).
2. Pengajuan
dari Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang
Dasar 1945 (Perubahan).
3. Pengajuan
dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Pasal 22D ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan).
Secara
garis besar proses pembentukan undang-undangan terdiri atas beberapa tahap,
yakni :
1. Proses
persiapan pembentukan undang-undang, yang merupakan proses penyusunan dan
perancangan di lingkungan pemerintahan, di lingkungan dewan perwakilan rakyat,
atau di lingkungan dewan perwakilan daerah.
2. Proses
pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat
3. Proses
pengesahan oleh Presiden, dan
4. Proses
pengundangan ( Oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
peraturan perundang-undangan).
B. Proses
pembentukan Undang-Undang Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam
pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan proses pembuatan peraturan
perundang-undangan yang pada dasarnya adalah
:
a. Perencanaan,
b. Persiapan,
c. Teknik
penyusunan,
d. Perumusan,
e. Pembahasan,
f.
Pengesahan,
g. Pengundangan,
dan
h. Penyebarluasan.
Tahap-tahap
Pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya dilakukan sebagai berikut
:
1. Perencanaan
Penyusunan Undang-Undang
Proses
pembentukan undang-undang menurut pasal 15 ayat (1) dan 16 Undang-Undang No. 10
Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dilaksanakan sesuai
dengan Program Legislasi Nasional, yang merupakan perencanaan penyusunan Undang-Undang yang disusun secara
terpadu antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Republik Indonesia. Tata
cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas tersebut dalam pelaksanaannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Presiden No. 61 Th. 2005 tentang Tata cara
Penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional, yang ditetapkan pada
tanggal 13 Oktober 2005.
2. Persiapan
Pembentukan Undang-Undang
Rancangan
undang-undang dapat berasal dari (Anggota) DPR, Presiden, maupun dari DPD yang
disusun berdasarkan Prolegnas. Rancangan undang-undang yang berasal dari DPD
adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
antara pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (Pasal 22D ayat (2) UUD
1945, dan Pasal 17 ayat (2) UU No. 10 Th. 2004).
3. Pengajuan
Rancangan Undang-Undang
Pengajuan
rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat,
dan Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Pasal 18 dan Pasal 19 Undang-Undang
No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Setelah
rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, selesai disiapkan, maka
sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, rancangan undang-undang tersebut diajukan ke
Dewan Perwakilan Rakyat dengan surat Presiden (dahulu Amanat Presiden).
C. Proses
Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah berdasarkan Peraturan
Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden.
Proses
penyiapan rancangan undang-undang yang berasal dari Pemerintah saat ini
dilakukan menurut Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan
Presiden, yang ditetapkan tanggal pada tanggal 24 November 2005. Tata cara
mempersiapkan undang-undang yang berasal dari Pemerintah dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut:
a. Penyusunan
Rancangan Undang-Undang ada dua jenis yakni;
a. Penyusunan
undang-undang berdasarkan Prolegnas (Pasal 2 Peraturan Presiden No. 68 Th.
2005)
Konsepsi pengaturan rancangan
undang-undang yang diajukan meliputi:
a) Urgensi
dan tujuan pengaturan,
b) Sasaran
yang ingin diwujudkan,
c) Pokok
pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d) Jangkauan
serta arah pengaturan.
b. Penyusunan
rancangan undang-undang diluar Prolegnas (Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden
No. 68 Th. 2005)
Keadan
tertentu untuk mengajukan rancangan undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) tersebut adalah;
a) Menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang
b) Meratifikasi
konvensi atau perjanjian internasional
c) Melaksanakan
putusan Mahkamah Konstitusi
d) Mengatasi
keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; atau
e) Keadaan
tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan
Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dan
Menteri.
b. Penyampaian
Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 25 Peraturan
Presiden No. 68 Th. 2005)
Sesuai
dengan Ketentuan Pasal 26 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005, Menteri
Sekretaris Negara akan menyiapkan Surat Presiden kepada Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat untuk menyampaikan rancangan undang-undang disertai dengan
Keterangan Pemerintah mengenai rancangan undang-undang tersebut antara lain
memuat tentang:
1) Menteri
yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
di Dewan Perwakilan Rakyat;
2) Sifat
penyelesaian rancangan undang-undang yang dikehendaki;
3) Cara
penanganan dan pembahasannya.
D. Proses
Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Proses
penyiapan rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Daerah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat, yang saat inidiatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 130-133,
pengajuan rancangan undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakyat.
E. Proses
Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Daerah
Berdasarkan
Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia No. 2/DPD/2004 tentang
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 29/DPD/2005 tentang Peraturan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, khususnya diatur dalam
Pasal 123 s/d 139 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah. Sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib DPD, proses penyusunan dan pembahasan
Rancangan Undang-undang yang berasal dari DPD dilakukan sebagai berikut;
1) Tingkat
pembicaraan (Pasal 123 Peraturan Tata Tertib DPD)
2) Prakarsa
Penyusunan Usul Rancangan Undang-undang (Pasal 126 s/d 131 Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Daerah.
3) Pengajuan
dan Pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan
Daerah (Pasal 132 s/d 135 Peraturan Tata Tertib DPD)
4) Pembahasan
Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden
Dewan Perwakilan Daerah. (Pasal 136 Peraturan Tata Tertib DPD)
F. Pengajuan Rancangan Undang-Undang dari Dewan
Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I?2005-2006
tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia diatur tentang
Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dalam Pasal
134.
G. Proses
Pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat
Berdasarkan
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I?2005-2006
tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pasal 136, 137
dan 138.
Berdasarkan
Pasal 136 Peraturan Tata Tertib DPR, Pembahasan rancangan undang-undang
dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu;
1) Pembicaraan
Tingkat I, yang dilakukan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat
Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat PAnitia Khusus (Pasal 137
Peraturan Tata Tertib DPR).
2) Pembicaraan
Tingkat II, yang dilakukan dalam Rapat Paripurna(Pasal 138 Peraturan Tata
Tertib DPR).
Selain itu, sebelum dilakukan pembicaraan
Tingkat I dan Tingkat II, diadakan Rapat Fraksi.
H. Pengesahan
Rancangan Undang-Undang, Pengundangan, dan Penyebarluasan
a) Menurut
Undang-Undang No. 10 Th. 2004
Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden terebut dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama (Pasal 37
Undang-undang no. 10 Th. 2004).
Setelah menerima rancangan undang-undang yang telah
disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden tersebut, Sekretariat Negara
akan menuangkannya dalam kertas kepresidenan dan akhirnya dikirim kepada
Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
Pengesahan rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama tersebut dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan dalam
jangka waktu paling lambat 30 hari sejak rancangan undang-undang tersebut di
setujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
Setelah Presiden mengesahkan rancangan undang-undang
yang telah disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat tersebut, maka
Undang-Undang tersebut kemudian diundangkan oleh Menteri (yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang peraturan
perundang-undangan), agar Undang-Undang itu dapat berlaku dan mengikat umum.
Dalam hal rancangan undang-undang tersebut tidak
ditanda tangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak rancangan
undang-undang tersebut disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden,
maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undnag-undang dan wajib
diundangkan, sesuai ketentuan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Th. 2004,
dan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 Perubahan.
Setelah undang-undang tersebut diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia, Pemerintah wajib menyebarluaskan
Undang-Undang yang telah diundangkan tersebut. (Pasal 51 Undang-undang No. 10
Th. 2004)
b) Menurut
Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007
Hal tantang Pengesahan, pengundangan dan
penyebarluasan peraturan perundang-undangan selain diatur dalam Undang-Undang
No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, juga diatur
dalam Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan, pengundangan dan
penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
I.
Pembentukan Undang-Undang secara Ringkas
Secara
ringkas pembentukan Undang-Undang dilakukan sebagai berikut;
1) Tahap
Perencanaan- dilakukan berdasarkan :
a. Peraturan
Presiden No. 61 Th. 2005 tentang tentang Tata cara Penyusunan dan pengelolaan
Program Legislasi Nasional;
b. Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 1/DPR-RI/III/2004-2005 tentang
Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005 sampai dengan 2009;
dan
c. Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 02F/DPR-RI/II/2005-2006 tentang
Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2006.
2) Tahap
Penyiapan Rancangan Undang-Undang- dilakukan sebagai berikut :
a. Rancangan
Undang-Undang dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005
tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan
Rancangan Peraturan Presiden
b. Rancangan
Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
c. Rancangan
Undang-Undanga dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan
Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia No. 02/DPD/2004
sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia No. 29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia.
3) Tahap
Pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat – Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia No. 8 /DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
4) Tahap
Pengesahan – Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan Presiden No. 1 Th.
2007 tentang Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan
perundang-undangan.
5) Tahap
Pengundangan – Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan PresidenNo. 1 Th.
2007 tentang Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
BAB
III
PROGRAM
LEGISLASI NASIONAL
- Prolegnas
berdasarkan Undang-Undang No. 10 Th. 2004
Undang-Undang
No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menetapkan
dalam Bab IV tentang Perencanaan Penyusunan Undang-Undang, yang terdiri dari
dua Pasal, yaitu Pasal 15 dan Pasal 26.
Dalam
Pasal 15 ditetapkan bahwa, Perencanaan Penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam
suatu Program Legislasi Nasional, sedangkan Penyusunan Peraturan Daerah
dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah.
Selanjutnya
dirumuskan dalam Pasal 16 bahwa,
1) Penyusunan
Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah
dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi
2) Penyusunan
Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi
3) Penyusunan
Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-undangan.
4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
- Penetapan
Prolegnas berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
No. 01/DPR-RI/III/2004-2005
- Latar
belakang
Program
pembangunan hukum perlu menjadi prioritas utama karena perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki implikasi
yang luas dan mendasar dalam system ketatanegaraan kita yang perlu diikuti
dengan perubahan-perubahan dibidang hukum. Disamping itu, arus globalisasi yang
berjalan pesat yang ditunjang oleh perkembangan teknologi informasi telah
mengubah pola hubungan antara Negara dan warga dengan pemerintahannya. Hukum
sebagai perekat kehidupan berbangsa dan bernegara bermakna bahwa dalam Negara
Republik Indonesia terdapat satu kesatuan system hukum nasional Indonesia.
System hukum nasional adalah system yang menganut asas kenusantaraan yang tetap
mengakui keanekaragaman atau heterogenitas hukum seperti hukum adat, hukum
islam, hukum agama lainnya, hukum kontemporer, dan hukum barat, serta merumuskan
berbagai simpul yang menjadi titik taut fungsional di antara aneka ragam kaidah
yang ada melalui unifikasi terhadap hukum-hukum tertentu yang dilakukan, baik
secara parsial, maupun dalam bentuk kodifikasi.
- Prinsip
dasar Pembentukan Undang-Undang
Dalam
Prolegnas dinyatakan bahwa, dalam pembentukan undang-undang secara komprhensif
perlu memperhatikan 3 dimensi, yaitu masa lalu yang terkait dengan sejarah
perjuangan bangsa, masa kini yaitu kondisi objektif yang ada sekarang dengan
lingkungan strateginya dengan memandang ke masa depan yang dicita citakan.
Dalam kaitan itu, maka dalam penyusunan program pembentukan undang-undang perlu
mempertimbangkan heterogenitas hukum yang terdiri dari hukum adat, hukum islam,
hukum agama lainnya, hukum kontemporer, serta pancasila dan undang-undang dasar
republic Indonesia tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi.
Selain
itu prinsip dasar dalam pembentukan undang-undang yang perlu dipegang teguh
adalah:
1) Kesetian
kepada cita-cita Sumpah Pemuda, Proklamasi kemerdekaan 17 agustus, serta
nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam pancasila, serta nilai-nilai
konstitusional sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2) Terselenggaranya
Negara hukum Indonesia yang demokratis, adil, sejahtera, dan damai
3) Dikembangkannya
norma-norma hukum dan pranata hukum baru dalam rangka mendukung dan melandasi
masyarakat secara berkelanjutan, tertib, lancer dan damai serta mengayomi
seluruh tumpah darah dan segenap bangsa Indonesia.
- Tujuan
Prolegnas
Beberapa
tujuan Prolegnas yang diharapkan dapat dicapai saat ini adalah :
1) Mempercepat
proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari pembentukan
system hukum nasional
2) Membentuk
peraturan perundang-undangan sebagai landasan dan perekat bidang pembangunan
lainnya serta mengaktualisasikan fungsi hukum sebagai sarana rekayasa
social/pembangunan, instrument pencegah/penyelesaian sengketa, pengatur
perilaku anggota masyarakat dan sarana pengintegrasi bangsa dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia
3) Mendukung
upaya dalam rangka mewujudkan supremasi, terutama penggantian terhadap
peraturan perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah
tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.
4) Menyempurnakan
peraturan perundang-undangan yang sudah ada selama ini namun tidak sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan
5) Membentuk
peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat.
- Kondisi
objektif
Penetapan
Prolegnas ini diperlukan oleh karena, meskipun sejak tahun 1993 bidang hukum
telah dijadikan bidang pembangunan tersendiri dan pada era reformasi
pembangunan bidang hukum diberikan prioritas yang tinggi, namun dalam
kenyataannya masih dijumpai berbagai permasalahan di dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan di tingkat pusat sebagai berikut ;
1) Prolegnas
sebagai bagian dari Program Pembangunan Nasional belum sepenuhnya dilaksanakan
karena lemahnya koordinasi dan sikap mengutamakan kepentingan sektoral dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan;
2) Kemampuan
lembaga pembentuk undang-undang dalam menyelesaikan pembentukan undang-undang
masih belum optimal karena belum dibakukannya cara cara dan metode perencanaan,
penyusunan dan pembahasa rancangan undang-undang, dan masih kurangnya tenaga
fungsional perancang peraturan perundang-undangan
3) Partisipasi
masyarakat dalam proses penyusunan rancangan undang-undang dan pembahasannya di
Dewan Perwakilan Rakyat belum maksimal dan aspirasi masyarakat terutama yang
terkait dengan substansi suatu rancangan undang-undangan, seringkali tidak
terakomodasi sehingga suatu rancangan undang-undang ketika disahkan menjadi
undang-undnag mendapat reaksi keras dari masyarakat;
4) Perubahan
system ketatanegaraan yang terjadi pasca amandemen Undnag-Undang Dasar Negara
Republik Indaonesia Tahun 1945 belum secara tuntas diikuti dengan pembentukan
undang-undang pelaksanaannya.;
5) Hukum
positif maasih banyak yang tumpang tindih, tidak konsisten, baik secara
vertical maupun horizontal, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum;
6) Bahasa
hukum yang digunakan belum baku dan sering tidak sesuai Kaidah Bahasa Indonesia
yang baik dan benar, sehingga rumusan suatu ketentuan dari undang-undang tidak
jelas dan multi tafsir
7) Peraturan
pelaksanaan undang-undang tidak segera diterbitkan atau terdapat jarak waktu
yang cukup lama antara berlakunya undang-undang dengan penerbitan peraturan
pelaksanaannya, sehingga undang-undang tidak terlaksana secara efektif;
8) Masih
terdapat peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, bias jender, dan
kurang responsif terhadap perlindungan hak asasi manusia terutama hak-hak
kelompok yang lemah dan marjinal;
9) Sebagai bagian dari masyarakat dunia, perlu
selektif diadopsi konvensi-konvensi internasional dalam rangka memasuki era
perdagangan bebas dan mendukung upaya perlindungan hak asasi manusia,
pelestarian lingkungan hidup, pemeberantasan kejahatan transnasional dan
extraordinary crime yang mengancam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
- Visi
misi
Dalam
Prolegnas Tahun 2005 s/d 2009 dirumuskan bahwa, penyusunan Prolegnas didasarkan
pada visi pembangunan hukum nasional, yaitu;
“
Terwujudnya Negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan system
hukum nasional dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif,
berintikan keadilan dan kebenaran yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan
bangsa di dalam bingkai NKRI untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Sementara
itu, untuk mencapai visi tersebut diatas, maka Prolegnas disusun dengan misi
sebagai berikut;
1) Mewujudkan
materi hukum di segala bidang dalam rangka penggantian terhadap Peraturan
Perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan dan
kebenaran, dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
2) Mewujudkan
budaya hukum dan masyarakat yang sadar hukum
3) Mewujudkan
aparatur hukum yang berkualitas, professional, bermoral, dan berintegritas
tinggi
4) Mewujudkan
lembaga hukum yang kuat, terintegrasi dan berwibawa.
BAB
IV
PROSES
PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG_UNDANG (PERPU)
1) Proses
Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang_Undang (Perpu)
Adalah
peraturan yang dibentuk oleh Presiden dalam “hal ihwal kepentingan yang
memaksa”, oleh karena itu proses pembentukannya agak berbeda dengan pembentukan
suatu undang-undang.
Dasar
hukumnya adalah sebagai berikut :
v Pasal
22 Undang-Undang Dasar 1945beserta penjelasannya
v Pasal
24 Undang-Undang No. 24 Th. 2004 tentang Peraturan Pembentukan Undang-Undang.
v Pasal
36 s/d 38 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan
Presiden.
2) Proses
Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Dasar
hukumnya adalah sebagai berikut ;
a. Pasal
8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
“Presiden
menetapkan rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan
peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun
berdasarkan ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang,
rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan
pemerintah dan rancangan peraturan presiden”.
3) Proses
Pemberian Persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) oleh
Dewan Perwakilan Rakyat
Menurut
ketentuan dalam Pasal 36 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, maka pembahsan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang dilakukan dengan cara :
1) Pembahasan
rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang menjadi undang-undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama
dengan pembahasan rancangan undang-undang.
2) Dewan
Perwakilan Rakyat hanya menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang.
3) Dalam
hal rancangan undang-undang mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang menjadi undang-undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka
Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku.
4) Dalam
hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan
Rakyat maka Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula
segala akibat dari penolakan tersebut.
Sementara
itu, menurut Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR
RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, rancangan undang-undang yang berasal dari Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PERPU) tersebut akan dibahas di Dewan Perwakilan
Rakyat berdasarkan prosedur pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berasal
dari Pemerintah, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 136, Pasal 137, dan Pasal
138. Ketentuan tersebut dirumuskan dalam Pasal 140 Peraturan Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 140
1) Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan
yang berikut
2) Terhadap
pembahasan dan penyelesaian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, Pasal 137, dan 138,
dengan memperhatikan ketentuan yang khusus berlaku bagi rancangan undang-undang
yang berasal dari Pemerintah (Lihat Bab
II Sub. Bab G).
BAB
V
PROSES
PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN PRESIDEN
v Proses
Pembentukan Peraturan Pemerintah (Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004)
Proses
pembentukan suatu Peraturan Pemerintah adalah kewenangan Presiden dalam
melaksanakan undang-undang yang tidak melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selama ini pemebentukan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden (dulu
Keputusan Presiden) dan peraturan perundang-undangan lainnya dilaksanakan
menurut Keputusan Presiden No. 188 Th. 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancanagan Undang-Undang.
Sebenarnya
Keputusan Presiden No. 188 Th. 1998 hanya mengatur Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang Akan tetapi, proses Pembentukan Peraturan Pemerintah,
dan Keputusan Presiden serta Peraturan Perundang-Undangan lainnya
diselenggarakan juga sesuai tata cara tersebut
Dalam
pasal 24 Undang-Undnag No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Undang-Undang, ditetapkan bahwa :
“ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang peraturan
pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan
rancangan peraturan presiden diatur dengan peraturan presiden.”
Dalam
Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut dirumuskan bahwa, “dalam
penyusunan rancangan Pereturan Pemerintah, Pemrakarsa membentuk panitia
Antardepartemen, tata cara pembetukan Panitia Antardepartemen,
Pengharmonisasian, Penyusunan, dan Penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah
kepada Presiden berlaku mutatis mutandis
ketentuan Bab II.”
Dengan
rumusan a’berlaku mutatis mutandis”
dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut, maka penyusunan
Rancangan Peraturan Pemerintah disesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 2
sampai dengan Pasal 24. Penerapan ketentuan dalam Bab II Peraturan Presiden No.
6 Th. 2005 tersebut adalah sebatas pengaturan terhadap hal-hal yang tidak
berhubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, oleh karena Pembentukan Peraturan
Pemerintah adalah merupakan wewenang pengaturan dari Presiden (lihat Bab I Huruf C).
v Penetapan,
dan Pengundangan Peraturan Pemerintah (Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th.
2007)
Dalam
Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang
Pengesahan,Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
dirumuskan bahwa :
“Presiden menetapkan rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun
berdasarkan ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang,
rancangan Pemerintah Pemerintah pengganti undang-undang, rancangan Peraturan
Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.”
Untuk
melaksanakan ketentuan tersebut, Menteri
Sekretaris Negara melakukan penyiapan naskah rancangan Peraturan
Pemerintah, kemudian Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah dengan
membubuhkan tanda tangan, sesuai Pasal 8 ayat (2) huruf a dan ayat (3) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007. Sesudah
itu, Menteri Sekretaris Negara membubuhkan nomor dan tahun pada naskah
Peraturan Pemerintah untuk disampaikan kepeda
Menteri untuk diundangkan
(Pasal 8 ayat (4) huruf a Peraturan
Presiden No. 1 Th. 2007).
Menteri akan
mengundangkan Peraturan Pemerintah tersebut dengan menetapkannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia disertai nomor dan tahunnya, menempatkan
penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dengan
memberikan nomor. {Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Peraturan Presiden No.
1 Th. 2007}
Selanjutnya
Menteri akan menandatangani
pengundangan dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah Peraturan Pemerintah
dan menyampaikannya kepada Menteri Sekretaris Negara untuk disimpan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 10 Peraturan Presiden No. 1
Th. 2007).
v Pembentukan
Peraturan Presiden (menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2007)
Sama
halnya dengan proses pembentukan Peraturan Pemerintah, pembentukan suatu
Peraturan Presiden dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Presiden
yang dimaksudkan dalam Pasal 24 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu Peraturan Presiden No. 68 Th.
2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
dan Rancangan Peraturan Presiden.
Dalam
Pasal 40 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut dirumuskan bahwa, “Dalam
penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, Pemrakarsa dapat membentuk Panitia Antardepartemen, dan tata cara pembentukan
Panitia Antardepartemen, Pengharmonisasian, Penyusunan, dan Penyampaian
Rancangan Peraturan Presiden kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan Bab II.”
Dalam
rumusan “berlaku mutatis mutandisaa”
dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut, maka penyusunan
Rancangan Peraturan Presiden disesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 2 sampai
dengan Pasal 24. Penerapan ketentuan dalam Bab II Peraturan Presiden No. 6 Th.
2005 tersebut adalah sebatas pengaturan terhadap hal-hal yang tidak berhubungan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat, oleh karena Peraturan Presiden adalah merupakan
wewenang pengaturan dari Presiden {Lihat
uraian Bab I huruf C}.
v Penetapan,
dan Pengundangan Peraturan Presiden (Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007)
Dalam
Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dirumuskan bahwa
:
“Presiden
menetapkan Rancangan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan
Presiden yang telah disusun berdasarkan ketentuan mengenai tata cara
mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang , rancangan peraturan pemerintah dan rancangan peraturan
presiden.”
Dalam
Pasal 9 ayat (4) Peraturan Presiden dilakukan sepanjang mengenai ;
a. Pengesahan
perjanjian antara Republik Indonesia dan Negara lain atau badan internasional;
dan
b. Pernyataan
keadaan bahaya.
v Penetapan,
dan Pengundangan Peraturan Perundang-Undangan lainnya (Menurut Peraturan
Presiden)
Dalam
pasal 46 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan dirumuskan tentang adanya peraturan
perundang-undangan lainnya dengan rumusan “Peraturan Perundang-undangan lain
yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia” sebagai berikut:
Dalam
undang-undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dan Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden,
tidak dirumuskan bagaimana proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang
berada dibawah Peratran Presiden; namun demikian dalam Pasal 11 Peraturan
Presiden No. 1 Th. 2007 tentang tentang Pengesahan, Pengundangan, dan
Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan bahwa, Peraturan
Perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf d tersebut
ditetapkan oleh Pimpinan Lembaga yang bersangkutan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Sesuai
ketentuan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf d Undang-Undangan No. 10 Th. 2004,
Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Lembaga tersebut
harus diundangkan, dan pengundangannya dilakukan oleh Menteri. Pimpinan Lembaga setelah menatapkan peraturan
perundang-undangan tersebut menyampaikan naskahnya yang telah diberi nomor dan
tahun kepada Menteri untuk
diundangkan. (Pasal 12 Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007).
Menteri
mengundangkan peraturan perundang-undangan tersebut dengan menempatkannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia dengan membubuhkan nomor dan tahun, dan
menempatkan penjelasannya adalan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
dengan membubuhkan nomornya. (Paasal 13 Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007)
Selanjutnya
Menteri menandatangani pengundangan
peraturan perundang-undangan dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah
peraturan perundang-undangan tersebut, kemudian menyampaikannya kepada
Sekretariat Lembaga yang bersangkutan untuk disimpan sesusi peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB
VI
KERANGKA
ATAU BENTUK LUAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1) Pendahuluan
Undang-undangan
No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara tegas
menetapakn dalam Pasal 44 bahwa, teknik penyusunan peraturan perundang-undangan
dilakukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang tersebut, yang
berlaku untuk penyusunan peraturan perundang-undangan ditingkat Pusat, maupun
ditingkat Daerah. Secara keseluruhan Pasal 44 dirumuskan sebagai berikut :
a. Penyusunan
rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan sesuai teknik peyusunan
peraturan perundang-undangan;
b. Ketentuan
mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang.;
c. Ketentuan
lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
2) Kerangka
(Kenvorm) Peraturan Perundang-Undangan
Kerangka
(bentu luar, Konverm) peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam
Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
meliputi :
1) Judul
Judul
suatu peraturan perundang-undangan adalah uraian singkat tentang isi peraturan
perundang-undangan, yang didahului dengan penyebutan jenis, nomor dan tahun
pengundangan atau penetapan, serta kalimat singkat yang mencerminkan nama dari
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
2) Pembukaan
Pembukaan
(aanhef) suatu peraturan
perundang-undangan terdiri atas Frase “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”,
jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan, Konsideran ”Menimbang” dan
dasar hukum pembentukan “Mengingat”, serta Diktum.
a. Frase
“Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.”
Ditulis
seluruhnya dengan huruf Kapital yang diletakkan ditengah marjin tanpa diakhiri
tanda baca pada pembukaan undang-undang, yang mencerminkan bahwa rumusan
undang-undang yang dibentuk tersebut dipenuhi oleh Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
b. Jabatan
Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
Adalah
penyebutan terhadap Presiden Republik Indonesia selaku pejabat yang berwenang
mengesahkan undang-undang tersebut.
c. Konsiderans
“Menimbang”
Adalah
alasan-alasan atau pertimbangan mengapa undang-undang tersebut perlu dibentuk.
d. Dasar
hukum “Mengingat”
Dasar
hukum suatu Undang-Undang adalah landasan yang bersifat yuridis bagi
pembentukan undang-undang tersebut.
e. Diktum.
Dictum
suatu undang-undang adalah penyebutan/penulisan nama dari undang-undang yang
dibentuk, dan nama tersebut disesuaikan dengan nama yang tertulis dalam judul
Undang-Undang tersebut.
3) Batang
Tubuh
Batang
tubuh suatu Undang-Undang memuat rumusan-rumusan materi muatan//substansi dari
Undang-undang, yang dirumuskan dalam pasal (-Pasal) karena pasal merupakan
satuan acuan dalam suatu Undang-Undang.
Menurut
A. Hamid Attamini (1990), mengutip DWP Ruiter, pasal-pasal dalam Batang Tubuh
suatu Undang-Undang dirumuskan dalam kalimat yang normative, atau rumusan
lainnya yang memuat tentang: (Maria Farida Indrati, 2007:98)
·
Aturan tingkah laku, yang berupa :
o
Perintah;
o
Larangan;
o
Pengizinan; dan
o
Pembebasan
·
Ketentuan tentang wewenang
·
Ketentuan tentang penetapan yang terdiri
atas ;
o
Berwenang
o
Tidak berwenang, dan
o
Boleh tapi tidak harus
Batang
tubuh suatu Undang-Undang dapat terdiri atas:
a. Ketentuan
umum
Dapat
memuat hal-hal yang merupakan ketentuan-ketentuan yang bersifat umum seperti
defenisis, ketentuan-ketentuan pengertian, singkatan, atau penyebutan seorang
Menteri atau Pejabat yang dipakai dalam undang-undang tersebut.
b. Materi
pokok yang diatur
Dalam
suatu undang-undang tidak dapat dibatasi sehingga luas atau tidaknya materi
dalam Undang-Undang tergantung pada kebutuhan dari masing-masing undang-undang.
c. Ketentuan
pidana (Jika diperlukan)
Merupakan
ketentuan yang tidak mutlak ada dalam suatu Undang-Undang sehingga perumusan
ketentuan pidana tersebut tergantung pada masing-masing undang-undang
d. Ketentuan
peralihan (Jika diperlukan)
Merupakan
ketentuan yang besifat transito, yaitu ketentuan yang mengatur mengenai
penyesuaian keadaan yang sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang yang baru
dibentuk tersebut sehingga undang-undang yang baru dapat berjalan lancer dan
tidak membawa dampak yang tidak dikehendaki dalam masyarakat.
e. Ketentuan
Penutup.
Merupakan
bagian akhir dari batang tubuh suatu undang-undang, yang biasanya memuat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
·
Penunjukan organ atau alat kelengkapan
yang diikutsertakan dalam pelaksanaan undang-undang tersebut, yang dapat
berupa:
o
Pelaksanaan suatu yang bersifat
menjalankan, yang menunjuk pejabat tertentu yangdiberi wewenang untuk memberikan surat izin,
mengangkat pegawai, atau menunjuk pejabat tertentu untuk menyidik pelanggaran
ketentuan dalam undang-undang tersebut; atau
o
Pelaksanaan sesuatu yang bersifat
mengatur, yaitu pendelegasian wewenang untuk membuat peraturan pelaksana dari
undang-undang yang bersangkutan kepada lembaga atau pejabat tertentu.
·
Penyingkatan nama atau judul kutipan
pada undang-undang baru yang memiliki nama atau judul terlalu panjang
·
Ketentuan tentang pengaruh undang-undang
yang baru terhadap peraturan perundang-undangan (undang-undang) yang lain
·
Ketentuan tentang saat mulai berlakunya
undang-undang baru tersebut.
4) Penutup
Penutup
suatu undang-undang merupakan bagian akhir dari suatu undang-undang, yang
memuat ;
a. Rumusan
perintah pengundangan dan penempatan undang-undang dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia dan Berita Negara RI yang berbunyi;
b. Penandatanganan,
pengesahan, atau penetapan undang-undang;
c. Pengundangan
undang-undang;
d. Akhir
bagian penutup.
5) Penjelasan
(Jika diperlukan)
Pada
dasarnya, setiap undang-undang yang baaru dibentuk memerlukan penjelasan.
6) Lampiran
(Jika diperlukan)
Suatu
undang-undang yang baru dibentuk kadang-kadang memerlukan lampiran. Lampiran
dapat berupa suatu gambar/lambing, peta lokasi, grafik, atau suatu system
penghitungan yang merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
undang-undang yang baru dibentuk tersebut.
Sumber : Buku Ilmu Perundang-Undangan Jilid II olh Ny. Maria Farida Indrati Soeprapto, S.H.,M.H.
Komentar
Posting Komentar