KONSISTENSI PELAKSANAAN PROGRAM KESELAMATAN PENERBANGAN NASIONAL

Oleh : Sulkarnaini

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh....

Dunia penerbangan kembali berduka setelah pesawat jenis ATR 42 milik maskapai Trigana Air mengalami kecelakaan di Distrik Okbape, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, pada hari Minggu tanggal 16 Agustus 2015, mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Pesawat dengan nomor registrasi PK-YRN rute penerbangan Jayapura (Sentani)-Oksibil sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Pesawat tersebut mengangkut penumpang dengan jumlah 44 orang dewasa, 2 anak, 3 balita dan 5 orang kru pesawat. (Kompas.com, Minggu 16/08/2015)

Keberhasilan tim SAR dalam menemukan Kotak Hitam / Black Box akan mempercepat kerja Tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam melakukan investigasi dan penyelidikan penyebab pasti kecelakaan yang di alami oleh pesawat naas tersebut. Pelaksanaan investigasi dan penyelidikan tersebut diatur dalam Bab XVI Undang - Undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan mulai Pasal 357 sampai dengan Pasal 369. Komite Nasional tersebut harus independen dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta memiliki keanggotaan yang dipilih berdasarkan kompetensi melalui uji kepatutan dan kelayakan oleh Menteri yang terkait.

Dalam kecelakaan pesawat udara di Indonesia beberapa tahun terakhir ini, menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat pengguna jasa penerbangan kepada para pengelola maskapai penerbangan. Adapun yang menjadi pertanyaan - pertanyaan para pengguna jasa yang cukup kritis yakni bagaimana penerapan budaya keselamatan dan keamanan penerbangan indonesia saat ini? bagaimana sistem perawatan pesawat udara?

Esai yang secara singkat ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan yang tertera diatas. Budaya keselamatan penerbangan sebenarnya sudah lama diterapkan Pemerintah sejak penyelenggaraan penerbangan semakin meningkat. Transportasi udara merupakan pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah dan pengembangan wilayah. Mengingat pentingnya transportasi angkutan udara sehingga dapat terwujud dengan tertib, nyaman serta mengutamakan keselamatan dan keamanan sehingga memberikan perlindungan terhadap pengguna jasa penerbangan maka telah di atur ketentuan saksi administrasi terhadap penyimpangan atau ketidaksesuaian prosedur penerbangan dalam Pasal 321 ayat (3) UU Penerbangan,  berupa :

  1. Peringatan;
  2. Pembekuan lisensi atau sertifikat kompetensi; dan/atau
  3. Pencabutan lisensi atau sertifikat kompetensi. 
Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya bertanggung jawab membangun dan mewujudkan budaya keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud perlu dibangun bentuk budaya lapor, budaya saling mengingatkan,  budaya belajar dan budaya pemberian kepercayaan kepada masyarakat untuk menyampaikan informasi yang berhubungan dengan keselamatan (Penjelasan Pasal 318 UU Penerbangan). Mengingat pentingnya budaya keselamatan penerbangan ini, maka setiap personil yang berkaitan dengan pengoperasian di bandar udara dilengkapi dengan sertifikasi oleh Badan hukum yang memiliki kompetensi dan di kelolah oleh Pemerintah di bawah naungan Kementrian Perhubungan Republik Indonesia. Setiap personil telah melalui pendidikan dan pelatihan sesuai bidang dan instansi yang di butuhkan di industri Penerbangan. Dalam hal pelaksanaan Budaya Keselamatan Penerbangan ini selalu di awasi dan dilakukan Audit guna melakukan tindakan korektif jika terdapat kekurangan - kekurangan baik mengenai Sumber Daya Manusia, Fasilitas maupun Sistem Prosedur yang dijadikan panduan dalam melakukan pengoperasian di dalam dunia penerbangan. Dalam hal ini, keberadaan Otoritas Bandar Udara di setiap Bandar Udara selaku Instansi Pemerintahan yang memiliki tugas Pengawasan terhadap pelaksanaan keselamatan dan keamanan penerbangan harus profesional di Bandar Udara oleh operator bandar udara, badan usaha angkutan udara dan penyelenggara pelayanan navigasi serta badan usaha pemeliharaan pesawat udara.

Pertanyaan pertama telah terjawab, yaitu Budaya Keselamatan Penerbangan sangat menjadi perhatian dan Concern pemerintah dalam menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional. Bahwa belakangan ini sering terjadi kecelakaan pada pesawat udara merupakan tanggung jawab bersama dalam membenahi sistem manajemen keselamatan penyedia jasa penerbangan dengan tetap berpedoman pada Program Keselamatan Penerbangan Nasional.  Otoritas Bandar Udara wajib melaksanakan pengawasan internal sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan keselamatan penerbangan.

Bahwa dalam sistem perawatan pesawat udara sebagaimana telah diatur dalam Bab VII bagian ketiga Undang - Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan mulai dari Pasal 46 sampai dengan Pasal 51. Badan usaha angkutan udara berkewajiban untuk melakukan perawatan Pesawat udara guna mempertahankan keandalan dan kelaikudaraan secara berkelanjutan. Sementara itu, bahwa menyikapi persoalan beberapa maskapai penerbangan di Indonesia yang menerapkan sistem penerbangan berbiaya murah sampai saat ini belum ditemukan adanya korelasi dengan penyebab seringnya terjadi kecelakaan pesawat udara. Maskapai berbiaya murah tidak akan mengabaikan faktor keselamatan dan keamanan dalam menyediakan jasanya. Hanya saja yang menjadi perbedaan maskapai berbiaya murah dengan maskapai full service sejatinya hanya terletak pada layanan dan fasilitas yang ditawarkan penumpang.

Jadi kesimpulan yang dapat kita ambil dalam artikel ini yakni aspek keselamatan penerbangan dan sistem perawatan pesawat udara telah ditetapkan standar ketentuan dalam peraturan perundang - undangan dan sejatinya sudah menjadi mandatory untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan program keselamatan penerbangan nasional.

Wassalamu Alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Tangerang, 19/08/2015 
Penulis 

Sulkarnaini 






Komentar

Postingan Populer